Oleh:
Kelompok Edelweis
Kholiq 137835029
Rikke Kurniawati 137835047
Wiwik Listiawati
137835068 (pengunggah)
Aliran
Tradisional
Perkembangan ilmu
bahasa di dunia barat dimulai pada abad IV Sebelum Masehi yaitu ketika Plato
membagi jenis kata dalam bahasa Yunani Kuno menjadi dua golongan yaitu onoma
dan rhema. Onoma merupakan jenis kata yang menjadi pangkal pernyataan atau
pembicaraan. Sedangkan rhema merupakan jenis kata yang digunakan mengungkapkan
pernyataan atau pembicaraan. Secara sederhana onoma dapat disejajarkan dengan
kata benda dan rhema dapat disejajarkan dengan kata sifat atau kata kerja.
Pernyataan yang dibentuk onoma dan rhema dikenal dengan istilah proposisi.
Penggolongan kata
tersebut kemudian disusul dengan kemunculan tata bahasa Latin karya Dyonisisus
Thrax dalam bukunya ”Techne Gramaticale” (130 M). Dengan demikian pelopor
aliran tradisionalisme adalah Plato dan Aristoteles. Tokoh-tokoh yang menganut
aliran ini antara lain; Dyonisisus Thrax, Zandvoort, C.A. Mees, van Ophuysen,
RO Winstedt, Raja Ali Haji, St. Moh. Zain, St. Takdir Alisyahbana, Madong Lubis,
Poedjawijatna, Tardjan hadidjaja.
Aliran ini merupakan aliran tertua namun karena ketaatannya pada kaidah menyebabkan aliran ini tetap eksis di zaman apapun.
Aliran ini merupakan aliran tertua namun karena ketaatannya pada kaidah menyebabkan aliran ini tetap eksis di zaman apapun.
Ciri-ciri aliran ini antara lain:
1.
Bertolak dari landasan
pola pikir filsafat
2.
Pemerian bahasa secara
historis
3.
Tidak membedakan bahasa
dan tulisan.
Teori ini mencampuradukkan
pengertian bahasa dan tulisan sehingga secara otomatis mencampuradukkan pengertian
bunyi dan huruf.
4. Senang bermain dengan definisi.
Hal ini karena pengaruh berpikir
secara deduktif yaitu semua istilah didefinisikan baru diberi contoh
alakadarnya.
5.
Pemakaian bahasa
berkiblat pada pola/kaidah.
Bahasa yang mereka pakai adalah
bahasa tata bahasa yang cenderung menghakimi benar-salah pemakaian bahasa, tata
bahasa ini disebut juga tata bahasa normatif.
6.
Level-level gramatikal
belum rapi, tataran yang dipakai hanya pada level huruf, kata, dan kalimat.
Tataran morfem, frase, kalusa, dan wacana belum digarap.
7.
Dominasi pada
permasalahan jenis kata
Pada awalnya kata dibagi menjadi
onoma dan rhema (Plato) lalu dikembangkan oleh Aristoteles menjadi onoma,
rhema, dan syndesmos. Kemudian pada masa tradisionalisme ini kata sudah dibagi
menjadi delapan yaitu nomina, pronomina, artikel, verba, adverbia, preposisi,
partisipium, dan konjungsi. Pada abad peretngahan Modistae membagi kata menjadi
delapan yaitu nomina, pronomina, partisipium, verba, adverbia, preposisi,
konjungsio, dan interjeksi. Pada zaman renaisance kata kembali dibagi menjadi
tujuh nomina, pronomina, partisipium, adverbia, preposisi, konjungsi, dan
interjeksi. Perkembangan jenis kata di Belanda dibagi menjadi sepuluh yaitu
nomina, verba, pronomina, partisipium, adverbia, adjektiva, numeralia,
preposisi, konjungsi, interjeksi, dsan artikel.
Keunggulan Aliran Tradisional
a.
Lebih tahan lama karena
bertolak dari pola pikir filsafat
b.
Keteraturan penggunaaan
bahasa sangat dibanggakan karena berkiblat pada bahasa tulis baku
c.
Mampu menghasilkan
generasi yang mempunyai kepandaian dalam menghafal istilah karena aliran ini
sengan bermain dengan definisi
d.
Menjadikan para
penganutnya memiliki pengetahuan tata bahasa kareana pemakaian bahasa berkiblat
pada pola atau kaidah
e.
Aliran ini memberikan
kontribusi besar terhadap pergerakan prinsip yang benar adalah benar walaupun
tidak umum dan yang salah adalah salah meskipun banyak penganutnya.
Kelemahan Aliran Tradisional
a.
Belum membedakan bahasa
dan tulisan sehingga pengertian bahasa dan tulisan masih kacau
b.
Teori ini tidak
menyajikan kenyataan bahasa yang kemudian dianalisis dan disimpulkan.
c.
Pemakaian bahasa berkiblat
pada pola/kaidah sehingga meskipun pandai dalam teori bahasa tetapi tidak mahir
dalam berbahasa di masyarakat.
d.
Level gramatikalnya
belum rapi karena hanya ada tiga level yaitu huruf, kata, dan kalimat.
e.
Pemerian bahasa
menggunakan pola bahasa Latin yang sangat berebda dengan bahasa Indonesia
f.
Permasalahan tata
bahasa masih banyak didominasi oleh permasalahan jenis kata (part of speech),
sehingga ruang lingkup permasalahan masih sangat sempit.
g.
Pemerian bahasa
berdasarkan bahasa tulis baku padahal bahasa tulis baku hanya sebagian dari
ragam bahasa yang ada.
h.
Objek kajian hanya
sampai level kalimat sehingga tidak komunikatif
Aliran
Struktural
Teori ini berlandaskan
pola pikir behaviouristik. Aliran ini lahir pada awal abad XX yaitu pada tahun
1916. aliran ini lahir bersamaan dengan lahirnya buku ”Course de linguistique
Generale” karya Saussure yang juga merupakan pelopor aliran ini. Ia dikenal
sebaga Bapak Strukturalisme dan sekaligus Bapak Linguistik Modern. Tokoh-tokoh
yang merupakan penganut teori ini adalah : Bally, Sachahaye, E. Nida, L.
Bloomfield, Hockett, Gleason, Bloch, G.L. Trager, Lado, Hausen, Harris, Fries,
Sapir, Trubetzkoy, Mackey, jacobson, Joos, Wells, Nelson.
Ciri-ciri Aliran Struktural
1.
Berlandaskan pada faham
behaviourisme
Proses berbahasa merupakan proses
rangsang-tanggap (stimulus-response).
2.
Bahasa berupa ujaran.
Ciri ini menunjukkan bahwa hanya
ujaran saja yang termasuk dalam bahasa . dalam pengajaran bahasa teori
struktural melahirkan metode langsung dengan pendekatan oral. Tulisan statusnya
sejajar dengan gersture.
3.
Bahasa merupakan sistem
tanda (signifie dan signifiant) yang arbitrer dan konvensional.
Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu signifie dan signifiant. Signifie adalah unsur bahasa yang berada di balik tanda yang berupa konsep di balik sang penutur atau disebut juga makna. Sedangkan signifiant adalah wujud fisik atau hanya yang berupa bunyi ujar.
Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu signifie dan signifiant. Signifie adalah unsur bahasa yang berada di balik tanda yang berupa konsep di balik sang penutur atau disebut juga makna. Sedangkan signifiant adalah wujud fisik atau hanya yang berupa bunyi ujar.
4.
Bahasa merupakan
kebiasaan (habit)
Berdasarkan sistem habit,
pengajaran bahasa diterapkan metode drill and practice yakni suatu bentuk
latihan yang terus menerus dan berulang-ulang sehingga membentuk kebiasaan.
5.
Kegramatikalan
berdasarkan keumuman.
6.
Level-level gramatikal
ditegakkan secara rapi.
Level gramatikal mulai ditegakkan
dari level terendah yaitu morfem sampai level tertinggi berupa kalimat. Urutan
tataran gramatikalnya adalah morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat. Tataran
di atas kalimat belum terjangkau oleh aliran ini.
7.
Analisis dimulai dari
bidang morfologi.
8.
Bahasa merupakan deret
sintakmatik dan paradigmatik
9.
Analisis bahasa secara
deskriptif.
10.
Analisis struktur
bahasa berdasarkan unsur langsung.
Unsur
langsung adalah unsur yang secara langsung membentuk struktur tersebut. Ada
empat model analisis unsur langsung yaitu model Nida, model Hockett, model
Nelson, dan model Wells.
Keunggulan Aliran Struktural
a.
Aliran ini sukses
membedakan konsep grafem dan fonem.
b.
Metode drill and
practice membentuk keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaan
c.
Kriteria kegramatikalan
berdasarkan keumuman sehingga mudah diterima masyrakat awam.
d.
Level kegramatikalan
mulai rapi mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.
e.
Berpijak pada fakta,
tidak mereka-reka data.
Kelemahan Aliran Struktural
a.
Bidang morfologi dan
sintaksis dipisahkan secara tegas.
b.
Metode drill and
practice sangat memerlukan ketekunan, kesabaran, dang sangat menjemukan.
c.
Proses berbahasa
merupakan proses rangsang-tanggap berlangsung secara fisis dan mekanis padahal
manusia bukan mesin.
d.
Kegramatikalan
berdasarkan kriteria keumuman , suatu kaidah yang salah pun bisa benar jika
dianggap umum.
e.
Faktor historis sama
sekali tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa.
f.
Objek kajian terbatas
sampai level kalimat, tidak menyentuh aspek komunikatif.
Aliran
Transformasi
Aliran ini muncul
menentang aliran strukturalis yang menyatakan bahwa bahasa merupakan kebiasaan. Pelopor aliran ini
adalah N. Chomsky dengan karyanya “Syntactic Structure”(1957) dan diikuti oleh
tokoh-tokoh seperti Postal, Fodor, Hale, Palmatier, Lyons, Katz, Allen, van
Buren, R. D. King, R.A. Jacobs, J. Green, dll. Aliran ini pada mulanya hanya berbicara transformasi pada
level kalimat tetapi kemudian diterapkan dalam tataran lain seperti morfologi
dan fonologi.
Ciri-ciri Aliran Transformasi
1.
Berdasarkan faham
mentalistik.
Aliran
ini meganngap bahasa bukan hanya proses rangsang-tanggap akan tetapi merupakan
proses kejiwaan. Aliran ini sagat erat dengan psikolinguistik.
2.
Bahasa merupakan innate
Bahasa
merupakan faktor innate(keturunan/warisan)
3.
Bahasa terdiri dari
lapis dalam dan lapis permukaan.
Teori ini memisah bahasa menjadi
dua lapis yaitu deep structure dan surface structure. Lapis batin merupakan
tempat terjadinya proses berbahasa yang sebenarnya secara mentalistik sedangkan
lapis permukaan adalah wujud lahiriah yang ditransformasi dari lapis batin.
4.
Bahasa terdiri dari
unsur competent dan performance
Linguistic competent atau kemampuan
linguistik merupakan penegtahuan seseorang tentang bahasanya termasuk
kaidah-kaidah di dalamnya.
5.
Linguistic performance
atau performansi linguistik adalah keterampilan seseorang menggunakan
bahasa.Analisis bahasa bertolak dari kalimat.
6.
Penerapan kaidah bahasa
bersifat kreatif
Ciri ini menentang anggapan kaum
struktural yang fanatik terhadap standar keumuman. Bagi kaum tranformasi
masalah umum tidak umum bukan suatu persoalan yang terpenting adalah kaidah.
7.
Membedakan kalimat inti
dan kalimat transformasi.
Kalimat inti merupakan kaliamt yang
belum dikenai transformasi sedangkan kalimat transformasi merupakan kalimat
yang sudah dikenai kaidah transformasi yang ciri-cirinya yaitu lengkap, simpel,
statemen, dan aktif. Lam pertumbuhan selanjutnya ciri itu ditambah runtut dan
positif.
8.
Analisis diwujudkan
dalam diagram pohon dan rumus.
Analisis dalam teori ini dimulai
dari struktur kalimat lalu turun ke frase menjadi frase benda (NP) dan frase
kerja (VP) kemudian dari frase turun ke kata.
9.
Gramatikal bersifat
generatif.
Bertolak dari teori yang dinamakan
tata bahasa generatif tansformasi (TGT).
Keunggulan Aliran Transformasi
a.
Proses berbahasa
merupakan proses kejiwaan buakan fisik.
b.
Secara tegas memisah
pengetahuan kebahasaan dengan keterampilan berbahasa (linguistic competent dan
linguistic performance)
c.
Dapat membentuk
konstruksi-konstruksi lain secara kreatif berdasarkan kaidah yang ada.
d.
Dengan pembedaan
kalimat inti dan transformasi telah dapat dipilah antara substansi dan
perwujudan.
e.
dapat menghasilkan
kalimat yang tak terhingga banyaknya karena gramatiknya bersifat generatif.
Kelemahan Aliran Transformasi
a.
Tidak mengakui
eksistensi klausa sehingga tidak dapat memilah konsep klausa dan kalimat
b.
Bahasa merupakan innate
walaupun manusia memiliki innate untuk berbahasa tetapi tanpa dibiasakan atau
dilatih mustahil akan bisa.
c.
Setiap kebahasaan
selalu dikembalikan kepada deep structur
Aliran Praha
Dengan tokohnya Vilem
Mathesius, Nikolai S. Trubetskoỷ, Roman Jakobson, dan
Morris Halle, membedakan fonologi (mempelajari bunyi dalam suatu sistem) dan fonetik (mempelajari bunyi itu sendiri). Struktur bunyi dijelaskan dengan kontras atau oposisi.
Ex : baku X paku, tepas X tebas.
Morris Halle, membedakan fonologi (mempelajari bunyi dalam suatu sistem) dan fonetik (mempelajari bunyi itu sendiri). Struktur bunyi dijelaskan dengan kontras atau oposisi.
Ex : baku X paku, tepas X tebas.
Aliran ini
mengembangkan istilah morfonologi (meneliti perubahan fonologis yang terjadi
akibat hubugan morfem dgn morfem. Ex: kata “jawab” dgn “jawap” bila ditambahi
sufiks –an, maka akan terjadi perbedaan.
Kalimat dapat dilihat
dari struktur formal dan struktur informasinya, Formal (subjek dan predikat),
informasi (tema dan rema). Tema adalah apa yang dibicarakan, sdngkn rema adalah
apa yang dikatakan mengenai tema.
Ex : kal. “this
argument I can’t follow”→ “I” sbg subjek, “this argument” sbg objek, namun
menurut aliran praha “this argument” juga merupakan tema, sedangkan “I can’t
follow” juga merupakan rema.
Aliran Glosematik
Aliran ini lahir di
Denmark, dengan tokohnya Louis Hjemslev. Hjemslev menganggap bahasa mengandung
segi ekspresi (Signifiant) dan segi isi(signifie). Masing2 segi mengandung
forma dan substansi : forma ekspresi, substansi ekspresi, forma isi, dan
substansi isi.
Aliran
Firthian
Dengan tokohnya Joh R.
Firth (London, 1890-1960). Dikenal dengan teori fonolog prosodi, yaitu
cara menentukan arti pada tataran fonetis. Ada tiga macam pokok prosodi :
1). Menyangkut gabungan fonem, struktur kata, suku kata, gab.konsonan, dan
gab.vokal, 2). Prosodi dari sandi atau jeda, 3).prosodi yang realisasi
fonetisnya lebih besar daripada fonem2 suprasegmentalnya.
Leonard Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Faktor yang menyebabkan berkembangnya aliran ini :
1.
Mereka memerikan bahasa
indian dengan cara sinkronik.
2.
Bloomfield memerikan
bahasa aliran strukturalisme berdasarkan fakta objektif sesuai dengan kenyataan yang
diamati.
3.
Hubungan baik antar
linguis. Sehingga menerbitkan majalah Language, sebagai wadah melaporkan hasil
karya mereka.
Aliran ini sering juga
disebut aliran taksonomi, karena aliran ini menganalisis dan mengklasifikasikan
unsur bahasa berdasarkan hubungan hierarkinya.
Aliran
Tagmemik
Dipelopori oleh Ken Aliran Strukturalisme di Amerika. Dalam Linguistik di Amerika mempunyai tiga
tokoh yang sangat berperan dalam pengkajian bahasa di benua tersebut. Ketiga
tokoh tersebut ialah Franz Boaz, Edward Sapir dan Leonard Bloomfield.
Franz Boaz merupakan seorang linguis yang otodidaktik yang
telah menyumbangkan peran pada penelitian bahasa-bahasa Indian Amerika. Boaz
meneliti bahasa baik di rumpun Indo-Eropa maupun diluar Indo-Eropa. Di
Indo-Eropa membahas mengenai Infleksi penanda sedangkan diluar Indo-Eropa, Boaz
mencermati tentang struktur bahasa Indian. Pandangan Boaz setiap bahasa akan
memiliki kategori-kategori logis yang merupakan keharusan digunakan pada bahasa
tersebut. Ia dalam membahas strutural bahasa ini lebih menitik beratkan pada
bidang fonetik. Bahasa menurut Boaz merupakan tuturan artikulasi yang berupa
kategori gramatikal, pronomina kata ganti (sendiri atau non sendiri) dan verb
(orang, number, tense, mood, dan voice).
Seorang mahasiswa Boas yang bernama Edward Sapir tak kalah
dalam menyampaikan argumennya. kajiannya yang terkenal ialah mengenai suatu
pemerian bahasa. Selain itu, ia juga mempunyai suatu konsep bahasa yaitu makna
bahasa dikaitkan dengan visual, tingkat pemahaman dan rasa hubungan serta
kesesuaian bahasa dengan makna. Dari ide yang tertuang dibenaknya, murid dari
Boaz ini lalu membagi konsepnya menjadi sub kajian yaitu unsur-unsur tuturan,
bunyi bahasa, bentuk bahasa, bahasa-ras-dan kebudayaan. Unsur-unsur turunan
berupa hubungan antara bentuk linguistik, proses gramatikal dan konsep
gramatikal. Sedangkan bunyi bahasa mengenai pola atau perbedaaan bunyi cocok
dalam perbedaan bahasa. Lain halnya dengan bentuk bahasa yang menurut Sapir
dapat dibagi menjadi konsep dasar dan metode formal. Sedangkan pendapatnya yang
terakhir mengenai corak suatu bahasa ini dia kaji karena sebelum menekuni
bidang linguistik ia juga menekuni bidang antropologi.
Linguis ketiga yang mengkaji bahasan ini ialah Leonard
Bloomfield. Bloomfield merupakan linguis Amerika yang peling besar peranannya
dalam menyebarkan prinsip dan metode strukturalisme Amerika. Salah satu
rumusannya digambarkan dengan rumus rangsangan dan tanggapan dengan formula R –
t.....r – T maksudnya suatu rangsangan praktis (R) menyebabkan seorang
berbicara alih-alih bereaksi secara praktis, ini merupakan penganti
bahasa-bahasa (t). Bagi pendengar, hal itu merupakan rangsangan pengganti
bahasa (r) yang menyebabkan dia memberi tanggapan praktis (T). Rumus di atas
sangat sinkron bila diterapkan dengan teori makna Bloomfield yang membedakan
peristiwa bahasa dengan peristiwa praktis dalam sebuah tuturan. Selain teori
tersebut Bloomfield juga mencetuskan teori mengenai bentuk bahasa, dari hasil
penelitiannya digariskan bahwa bentuk bahasa dibagi menjadi dua bentuk terikat
dan bentuk bebas, serta 4 cara penyusunan form yaitu order, modulation,
phonetic modification dan selection. Bentuk dapat dibagi dalam beberapa kelas
yaitu Sentence type (kalimat Tanya, kalimat berita dan sebagainya),
Construction (bisa juga disebut Syntax) dan Substitution (bentuk grammar yang
berhubungan dengan penggantian konvensional) neth L. Pike. Yang dimaksud tagmem
adalah korelasi antara fungsi
gramatikal (slot) dengan kelompok bentuk kata yang dapat dipertukarkan utnuk
mengisi slot tsb
Aliran
Linguistik: Aliran London
·
Pendapat John Ruppert
Firthian (1890-1960)
Seperti yang
diungkapkan Soeparno dalam Dasar-dasar Linguistik Umum, Firthian adalah guru
besar pada Universitas London sangat terkenal sebagai pelopor Aliran London.
Bila aliran Bloomfieldian disebut dengan nama strukturalisme Amerika,
maka aliran Firthians disebut strukturalisme kontinental. Kaum ini terkenal
karena kecenderungannya untuk menerapkan hal-hal yang praktis. Para ahlinya
antara lain : John Ruppert Firth, Daniel Jones, Brownislaw Malinowski, dan
H.Sweet.
·
Firth mengeluarkan
teori tentang fonologi prosodi.
Titik berat
perhatiannya memang pada bidang fonetik dan fonologi. Fonologi prosodi adalah
suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Fonologi prosodi terdiri
dari satuan-satuan fonematis dan satuan prosodi. Satuan –satuan fonematis
berupa unsur-unsur segmental, yaitu berupa konsonan dan vokal. Sedangkan satuan
prosodi berupa ciri-ciri atau sifat-sifat struktur yang lebih panjang daripada
suatu segemn tunggal. Ada 3 macam pokok prosodi, yaitu (1) prosodi yang
menyangkut gabungan fonem: struktur kata, struktur suku kata, gabungan
konsonan, dan gabungan vokal; (2) prosodi yang terbentuk oleh jeda; dan (3)
prosodi yang lebih daripada fonem-fonem suprasegmental.
Firth juga berpendapat
telaah bahasa harus memperhatikan komponen sosiologis. Tiap tutur harus dikaji
dalam konteks situasinya, yaitu orang-orang yan berperan dalam masyarakat,
kata-kata yang mereka ungkapkan, dan hal-hal lain yang berhubungan. (Abdul
Chaer: 355-356)
Karya Firth dan kelompoknya mempunyai pandangan yang sama tentang struktur bahasa seperti yang dikemukakan oleh de Saussure. Firth meminjam istilah konteks situasi dengan membedakan tataran yang beragam dan menunjukkan adanya unsur linguitik yang terbatas. Ia menggunakan dua jalur yang dikemukakan oleh de Saussure, yaitu paradigma dan sintagmatik.
Firth berpendapat bahwa pertanyaan tentang realitas dapat melumpuhkan penyelidikan. Objek kajian linguistik menurut Firth adalah bahasa secara aktual. Firth mengatakan bahwa struktur berkenaan dangan hubungan sintagmatik antar unsur dan sistem yang berhubungan dengan paradigmatik antar unit. Konteks situasi adalah konstruk sistematik yang diterapkan khusus untuk peristiwa sosial yang berulang terdiri atas berbagai tataran analisis. Tataran ini yaitu fonetik, fonologi, tata bahasa, kosa kata, dan bahasa.
Karya Firth dan kelompoknya mempunyai pandangan yang sama tentang struktur bahasa seperti yang dikemukakan oleh de Saussure. Firth meminjam istilah konteks situasi dengan membedakan tataran yang beragam dan menunjukkan adanya unsur linguitik yang terbatas. Ia menggunakan dua jalur yang dikemukakan oleh de Saussure, yaitu paradigma dan sintagmatik.
Firth berpendapat bahwa pertanyaan tentang realitas dapat melumpuhkan penyelidikan. Objek kajian linguistik menurut Firth adalah bahasa secara aktual. Firth mengatakan bahwa struktur berkenaan dangan hubungan sintagmatik antar unsur dan sistem yang berhubungan dengan paradigmatik antar unit. Konteks situasi adalah konstruk sistematik yang diterapkan khusus untuk peristiwa sosial yang berulang terdiri atas berbagai tataran analisis. Tataran ini yaitu fonetik, fonologi, tata bahasa, kosa kata, dan bahasa.
Pendekatan situasional untuk menganalisis situasi
tuturan sebagai berikut:
1.
Hubungan dalam teks itu
sendiri
2.
Hubungan sintagmatik
antara unsure struktur yang dipertimbangkan dalam berbagai tataran analisis
3.
Hubungan paradigma
istilah untuk memberikan nilai pada unsure struktur.
4.
Teks dalam hubungan dengan unsur nonverbal
dengan hasil keseluruhan yang efektif
5.
Hubungan analisis
antara bagian teks dan unsur khusus dalam situasi.
6.
Hubungan dalam konteks
situasi
Komponen dasar dari makna keseluruhan adalah fungsi fonetik,
fungsi leksikal, fungsi morfologi, dan fungsi sintaksis serta seluruh konteks
situasi.
Tataran pertama adalah fonetik dan fonologi.
Pada tataran ini bunyi mempunyai fungsi berdasarkan (1) tempat terjadi; dan (2)
kontras yang ditunjukkan dengan bunyi yang dapat terjadi ditempat yang sama.
Ferdinand De Saussure
De
Saussure pertama kali dikenal berdasarkan gagasannya yang cemerlang tentang
pembedaan dasar antara pandangan sinkronik dan diakronik terhadap bahasa serta
perbedaan antara pengertian langue (sistematika bahasa)
dengan parole(penggunaan bahasa). Secara garis besar,
gagasan-gagasan Saussure dapat dibagi ke dalam tiga kelompok.
Pertama, ia memformulasikan dan
mengeksplisitkan hal-hal yang diasumsikan atau diabaikan oleh para pakar
linguistik sebelumnya, yakni dua dimensi mendasar dan esensial dari kajian
lingustik : sinkronik, yang memperlakukan bahasa-bahasa sebagai sistem lengkap
komunikasi pada suatu saat tertentu, dan diakronik, yang memperlakukan
faktor-faktor pengubah yang mempengaruhi bahasa pada suatu kurun waktu
diperlakukan secara historis. Pembedaan terhadap kedua hal ini dilakukan karena
masing-masing melibatkan metode-metode dan azas-azasnya sendiri disamping sifat
keduanya yang esensial dalam berbagai kajian linguistik.
Kedua, ia membedakan kompetensi
linguistik penutur dengan peristiwa sebenarnya atau data linguistik (ujaran)
sebagai langue dan parole. Jika parolemeliputi
data yang langsung bisa diperoleh, objek pakar linguistik yang sebenarnya
ialah langue dari tiap-tiap masyarakat, yakni leksikon, tata
bahasa, dan fonologi yang tertanam dalam diri masing-masing individu masyarakat
penutur suatu bahasa, dan berdasarkan langue tersebut maka ia bertutur dan
memahami bahasanya.
Ketiga, Saussure menunjukkan bahwa
setiap langue harus dilihat dan dideskripsikan secara
sinkronik sebagai suatu sistem unsur-unsur yang saling terkait,
yaitu unsur leksikal, gramatikal, dan fonologis, dan bukan sebagai suatu
kumpulan yang dapat berdiri sendiri. Istilah-istilah linguistik harus
didefinisikan secara relatif antara satu dengan yang lainnya, tidak secara
mutlak. Dalam suatu bahasa antarhubungan-hubungan ini terletak pada
masing-masing dari kedua dimensi mendasar struktur linguistik sinkronik, yaitu
sintagmatik, menurut rangkaian ujaran, dan paradigmatik (asosiatif), dalam
sistem-sistem unsur-unsur kontrasif atau kategori.
Aliran Praha
Aliran
Praha adalah sekelompok ilmuwan Cekoslovakia dan lain-lainnya, termasuk Roman
Jakobson, yang pada tahun 20-an bersama-sama mendirikan Cercle
Lingistique de Prague. Aliran ini dianggap sebagai sambungan terpenting
dari strukturalisme yang dikemukan oleh de Saussure. Aliran ini menerapkan
gagasan Saussure terutama di bidang sistematika bunyi dalam bahasa yang
kemudian melahirkan evaluasi terhadap teori fonem.
Satu
gagasan penting yang berasal dari Aliran Praha ialah gagasan bahwa fonem-fonem
itu sendiri pun dapat dianalisa lagi menjadi sejumlah terbatas ciri
pembeda (distinctive features), atas dasar keserupaan dan
perbedaannya satu dengan yang lain. Analisis bunyi bahasa kedalam ciri-ciri
artikulasi unsurnya bukanlah hal yang baru, akan tetapi analisis fonem sebagai
satu kesatuan dalam tingkat fonologis, yang diwujudkan oleh bunyi bahasa, ke
dalam deretan teratur dari kontras khusus antara sejumlah kecil ciri yang
membedakan arti merupakan suatu kemajuan dalam teori fonologi dan metode
deskriptif.
Ketika
perubahan bunyi ditinjau kembali berdasarkan teori fonem, dan dengan ini juga
bunyi-bunyi bahasa dipahami membentuk sistem kontras yang saling berhubungan,
perhatian diberikan kepada evolusi sistem fonologis alih-alih kepada perubahan
bunyi terpisah dan yang dianggap terlepas satu sama lainnya. Pendekatan ini
dilakukan dari dua arah :
1.
hasil
akhir perubahan bunyi ialah suatu sistem fonologis yang berbeda, kecuali kalau
perubahan-perubahan itu berkaitan hanya dengan perbedaan fonetik dalam
batas-batas dari himpunan kontras yang ada. Jakobson menelusuri rangkaian /k/
dan /g/ dalam bahasa Latvia yang mengembangkan alofon-alofon depan sebelum
vokal-vokal depan /i/ dan /e/ ([ts] dan [dz]), dan ini menjadi fonem-fonem yang
terpisah, yaitu /ts/ dan /dz/, yang kontras dengan /k/ dan /g/, setelah /ai/
menjadi monoftong, /i/; Fourquet meninjau kembali dan menafsir ulang
perubahan-perubahan bunyi bahasa Jerman yang membentuk ‘Hukum Grimm’ dari sudut
evolusi sistem alih-alih perubahan bunyi tertentu, dan telah berupaya
menjelaskan gejala historis ini sebagai mempertahankan pertentangan fonologis
di bawah tekanan perubahan umum yang berturut-turut di dalam kekuatan
artikulasi di pihak penutur.
2.
perubahan
bunyi dapat dianggap bukan dalam hubungannya dengan akibat sistemisnya tetapi
dari sudut pandang penyebab sistemisnya. Penyebab terjadinya perubahan bunyi
selalu dilihat dalam kondisi-kondisi ketika bahasa ditransmisi
sebagai kemampuan yang dipelajari secara sosial dari generasi ke generasi.
Faktor-faktor eksternal seperti kontak bahasa, kedwibahasaan, pengaruh-pengaruh
lapisan bawah dalam masyarakat dalam kasus di mana bahasa asing dipaksakan
terhadap sebuah masyarakat bahasa, dan pengaruh sistem tulisan dan
lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar