Penyusun :
1. UMI NURHIDAYATI NIM. 137835059
2. A. ERNEST NUGROHO NIM. 137835070 (Pengunggah)
3. PRASTIWI NIM. 137835069
BEBERAPA
ALIRAN dalam LINGUISTIK
Bahasa pada prinsipnya merupakan alat berpikir. Kriteria Kegramatikalan ditetapkan berdasarkan kaidah secara ketat
dan konsisten. Setia pelanggaran terhadap kaidah dianggap sebagai kesalahan
bahasa. Tata bahasa mereka dinamakan
tata bahasa normative (berpegang pada kaidah secara ketat dan konsisten) dan
tata bahasa perpekstif (menghakimi benar-salah pemakaian bahasa). Aliran ini
mencampuradukkan bahasa dalam arti yang sebenarnya dengan tulisan (bahasa dalam
repersentasi grafis). Analisis bahasa
terbatas pada jabatan/ fungsi kalimat dan pengelompokan jenis kata. Perkembangan
sejarah linguistik mencapai kedewasaannya, atau mendekati kajian objektif
sebagai ilmu pengetahuan yang modern dan mandiri, dimulai sejak abad 19 hingga
sekarang. Secara garis besar, perkembangan sejarah linguistik dapat dibagi
dalam tiga periode, yaitu: jaman kuno, jaman pertengahan, dan jaman modern.
I.
Linguistik
Tradisional
Linguistik Tradisional
(linguistik normatif, preskriptif) berkembang dari budaya Yunani dan Romawi
(sejak abad 4 SM). Dasar pemikirannya pada filsafat dan logika. Bahasa
diposisikan dalam kondisi benar-salah, baik-buruk (normatif). Bagi aliran ini,
bahasa harus sesuai dengan kaidah yang sudah ada, sehingga perubahan dalam
bahasa tidak bisa dibenarkan. Tokoh aliran ini antara lain: Plato, Aristoteles.
Sementara kaum yang mendukung disebut kaum
puriest (pure 'murni), yaitu kaum yang menginginkan bahasa tetap
murni, statis, dan tidak boleh ada perubahan.
Berdasarkan pijakan pendapat Chaer (2003:65) tata
bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantik
sedangkan tata bahasa struktural berdasarkan struktur atau ciri-ciri formal
yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Tata bahasa tradisional dari zaman per
zaman, mulai zaman Yunani sampai masa menjelang munculnya linguistik modern di
sekitar akhir abad ke-19. Adapun bebarapa periode linguistik dapat dirunut
perkembangannya seperti yang tertera di bawah ini.
Liguistik Zaman
Yunani
Masalah pokok kebahasaan yang menjadi pertentangan
para linguis waktu itu adalah pertentangan antara fisis dan nomos, dan
pertentangan antara analogi dan anomaly. Para filsuf Yunani
mempertanyakan, apakah bahasa itu bersifat alami (fisis) atau bersifat konvensi
(nomos). Bersifat alami maksudnya bahasa itu mempunyai asal – usul, sumber
dalam prinsip – prinsip abadi dan tidak dapat diganti di luar manusia itu
sendiri.
Bahasa bersifat konvensi maksudnya, makna-makna kata
itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi atau kebiasaan yang mempunyai
kemungkinan bisa berubah. Pertentangan analogi dan anomaly menyangkut masalah
bahasa itu sesuatu yang teratur dan tidak teratur. Kaum analogi antara lain,
Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa bahasa itu bersifat teratur, karena
itulah orang dapat menyusun tata bahasa. Sebaliknya, kelompok anomaly
berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur. Dari studi bahasa pada zaman Yunani
ini kita mengenal nama beberapa kaum atau tokoh yang mempunyai peranan besar
dalam studi bahas ini. Dapat dicermati
bahwa Pertentangan analogi dan anomali menyangkut masalah bahasa itu sesuatu
yang teratur atau tidak teratur. Kaum analogi, antara lain Plato dan
Aristoteles, berpendapat bahwa bahasa itu bersifat teratur. Karena adanya
keteraturan itulah orang dapat menyusun tata bahasa. Sebaliknya, kelompok anomali
berpandapat bahwa bahasa itu tidak teratur. Jika bahasa itu taratur, mengapa
bentuk jamak bahasa inggris child menjadi children bukannya
childs; mengapa bentuk past tense dari write menjadi wrote,
dan bukannya writed?
Kaum Sophis
Salah
seorang kaum Sophis, yaitu Protogores, membagi kalimat menjadi kalimat narasi,
kalimat tanya, kalimat jawab, kalimat perintah, kalimat laporan, doa, dan undangan.
Plato (429 – 347 S.M.)
Plato
yang hidup sebelum abad masehi itu dalam study bahasa terkenal di
antaranya:
a) memperdebatkan
analogi da anomaly dalam bukunya Dialoog.
b) menyodorkan
batasan bahasa.
c) Dialah orang
yang pertama kali membedakan kata dalam onoma dan rhema.
Aristoteles ( 384 – 322 S.M. )
Aristoteles
adalah seorang murid platoyang memperkenalkan:
a. Penambahan satu
kelas kata lagi yang dibuat gurunya, Plato, yaitu dengan syndesmoi.
b.
Pembedaan jenis kelamin kata ( atau gender )
menjadi tiga, yaitu maskulin, feminin, dan neutrum.
Kaum Stoik
Kaum Stoik
terkenal memperlihatkan :
a.
pembeda study
bahasa secara logika dan study bahasa secara tata bahasa.
b. penciptaan istilah – istilah khusus untuk study
bahasa.
c. pembeda 3 komponen utama dari study bahasa.
d. Mereka membedakan legein.
e. Mereka membagi jenis kata menjadi 4, yaitu kata benda,
kata kerja, syndesmoi, dan arthoron
f.
Mereka
membedakan adanya kata kerja komplit dan kata kerja tak komplit, serta kata
kerja aktif dan kata kerja pasif.
Kaum Alexandrian
Kaum
Alexandrian menganut paham analogi dalam study bahasa. Dari mereka kita
mewarisi sebuah buku tata bahasa yang disebut Tata Bahasa Dionysius Thrax.
Buku inilah yang kemudian dijadikan model dalam penyusunan buku tata bahasa
Eropa lainnya.
Zaman Romawi
Studi
bahasa pada zaman Romawi dapat dianggap kelanjutan dari zaman Yunani. Tokoh
pada zaman Romawi yang terkenal, antara lain, Varro ( 116 – 27 S.M. ) dengan
karyanya De Lingua Latina dan Priscia dengan karyanya Institutiones
Grammaticae.
Varro dan De
Lingua Latina
Dalam
buku De Lingua Latina masih juga memperdbatkan masalah analogi dan anomaly
seperti pada zaman Stoik di Yunani. Buku ini dibagi dalam bidang – bidang
etimologi dan morfologi.
a. Etimologi, adalah cabang Linguistik yang menyelidiki
asal – usul kata beserta artinya.
b.
Morfologi,
adalah cabang linguistic yang mempelajari kata dan pembentukannya. Mengenai
deklinasi, yaitu perubahan bentuk kata, Varro membedakan adanya 2 macam
deklinasi, yaitu deklinasi naturalis dan deklinasi voluntaris. 1) Deklinasi
naturalis, adalah perubahan yang bersifa alamiah, sebab perubahan itu dengan
sendirinya dan sudah berpola. 2) Deklinasi voluntaris, adalah perubahan yang
terjadi secara morfologis, bersifat selektif dan manasuka.
Dilihat
dari pendeskripsian di atas, perhatian pada bahasa tampaknya tercatat dimulai
dari bangsa India kuno. Mereka telah
mempelajari bahasa dari peninggalan kitab-kitab suci Weda, sekitar abad 5 SM. Jika
diambil sebuah simpulan, bangsa Yunani
kuno juga banyak mempelajari bahasa. Bahkan tokoh-tokoh filsuf
Yunani dikenang hingga sekarang. Mereka antara lain adalah: Sokrates (469-399
SM), Plato (427- 347 SM), dan Aristoteles (384-322 SM). Ciri kajian pada masa
itu didasarkan pada : a) filsafat sebagai dasar kajian dan b) munculnya pertentangan aliran
pemikiran; fisis dan nomos dan
antara anomali dan analogi. Dari
kondisi seperti itulah berkembang komunitas-komunitas pemikir bahasa. Mereka
adalah kaum Stoik (para filsuf), kaum Alexandrian (menelorkan tata bahasa
tradisional), dan kaum Soppist (pemikir masalah retorika).
Di
Romawi, linguistik berkembang pada abad 3-1 SM. Pengaruh Yunani tampaknya masih
sangat kental mewarnai pekembangan kebudayaan bangsa ini. Sehingga masa itu
tidak banyak yang berkembang secara menonjol. Tokoh besar yang terkenal pada
masa Romawi adalah M.Varro (116-27 SM). Dialah yang menyusun tata bahasa Latin
dengan ciri kata yang berinfleksi.
Zaman
Pertengahan
Dari zaman
pertengahan ini yang patut dibicarakan dalam studi bahasa antara lain:
a)
Kaum Modistae,masih membicarakan pertentangan antara fisis dan nomos dan pertentangan
antara analogi dan anomaly.
b) Tata Bahasa
Spekulstiva, merupakan hasil integrasi deskripsi gramatikal bahasa latin ke
dalam filsafat skolastik.
c) Petrus
Hispanus, bukunya berjudul Summulae Logicales.
Zaman Renaisans
Dianggap
sebagai pembukaan abad pemikiran abad modern. Ada 2 hal yang perlu dicatat :
(1) Selain menguasai bahasa Latin, sarjana – sarjana pada waktu itu juga
menguasai bahasa Yunani, bahasa Ibrani dan bahasa Arab. (2) Selain bahasa
Yunani, Latin, Ibrani dan Arab, bahasa –bahasa Eropa lainnya juga mendapat
perhatian dalam bentuk pembahasan, penyusunan tata bahasa, dan malah juga
perbandingan.
Mengenai
Linguistik tradisional di atas, maka scara singkat dapat dikatakan, bahwa :
a. pada tata bahasa tradisional ini tidak dikenal adanya
perbedaan antara bahasa ujaran dengan bahasa tulisan.
b.
bahasa yang
disusun tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil patokan-patokan dari
bahasa lain.
c. kaidah-kaidah bahasa dibuat secara preskriptif, yakni
benar atau salah.
d. persoalan kebahasaan sering kali dideskripsikan dengan
melibatkan
logika.
Berikut dengan rinci memaparkan beberapa aliran dalam
linguistik.
Zaman
pertengahan dimulai pada masa 500-1500 M, dan diteruskan pada abad 19 M. zaman
pertengahan ditandai dengan jatuhnya kekaisaran Romawi. Munculnya zaman Renaisanse
(zaman kebangkitan) oleh kaum modistae/analogi. Penyelidikan bahasa pada zaman
ini sudah mendasarkan pada aspek logika. Bahasa diurai dalam tiga aspek, yaitu:
tulisan, ucapan, dan pikiran. Tokoh penting masa itu adalah: Boethicus
(menerjemahkan karya Aristoteles) dan Petrus Hispanus (Paus XXI).
Perkembangan
yang sangat berarti, setelah abad 15, masuk abad 18 dan 19 M. Pada masa inilah
linguistik betul-betul menemukan jatidirinya sebagai ilmu pengetahuan yang
mandiri dan objektif. Perkembangan pertama yang terjadi adalah munculnya aliran
pemikiran yang banyak menelaah linguistik historis komparatif (LHK). Perhatian
mereka disebabkan banyaknya ditemukan naskah-naskah lama, dari India, Jerman.
Menjelang
abad modern yang tdaik saja bertumpu pada logika dan filsafat, namun lebih
mengarah pada struktur bahasa, munculullah aliran
linguistik strukturalisme (deskriptif) yang dipelopori oleh Ferdinand de
Saussure (1857-1913), yang kemudian dikenal sebagai Pelopor Linguistik Modern. Pada zaman
Modern (abad 20), di masa ini perkembangan linguistik sebagai ilmu modern telah
mencapai puncaknya, yaitu berkembangnya aliran strukturalisme. Khusus di
Amerika, strukturalisme dipelopori oleh Leonard Bloomfield (1877-1949) yang
sangat disegani karena bukunya yang berjudul Language (1933) menjadi acuan dan perimbangan
berbagai penelitian berikutnya.
II.
Linguistik Strukturalis
Linguistik struktural
(linguistik deskriptif) berkembang sebagai akibat ketidakpuasan para peneliti
bahasa terhadap aliran tradisional. Untuk memahami bahasa secara utuh, harus
dikaji strukturnya (bagian internal bahasa). Jadi bahasa didudukkan sebagai
bahasa, tanpa ditambahi beban apapun. Jika
linguistik tradisional selalu menerapkan pola-pola tata bahasa Yunani dan latin
dalam mendeskripsikan suatu bahasa, maka linguistik strukturalis tidak
demikian. Linguistik struturalis berusaha mendeskripsikan suatu bahasa
berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu.
2.1 Linguistik Tradisional
Ferdinand de Saussure (1858-1913)
Menurut
Ferdinan de Saussure dalam bukunya Course de Linguistique Generale (dalam Verhaar 2003: 66) menganut paham psikologi kognitif, behavioristik,
dan pragmatik. Pandangannya antara lain 1) telaah sinkronik dan telaah
diakronik, 2) perbedaan langue dan parole, 3) perbedaan signifiane dan signe’
dan 4) hubungan sintagmatik dan hubungan assosiatif atau paradigmatik
Ferdinan
de Saussure menjelaskan bahwa perilaku penutur atau tindak tutur (speech
act) sebagai satu rangkaian hubungan antara dua orang atau lebih. Perilaku
penutur ini terdiri dari dua bagian kegiatan, yakni bagian luar dibatasi oleh
mulut dan telinga dan bagian dalam
dibatasi oleh jiwa atau akal yang terdapat dalam otak pembicara atau pendengar.
Jika A berbicara maka B menjadi pendengar, dan jika B berbicara maka A menjadi
pendengar.
Di dalam otak menurut penutur A
terdapat konsep atau fakta mental yang dihubungkan dengan bunyi
linguistik sebagai perwujudannya yang digunakan untuk melahirkan konsep tersebut. Baik konsep
maupun imaji bunyi terletak dalam satu tempat yaitu di pusat penghubung yang berada di otak. Jika penutur A
mengemukakan konsep keoda pendengar B, maka konsep itu membukakan kepada
pewujudnya yang berupa imaji bunyi yang
masih berada dalam otak dan merupakan fenomena psikologis. Kemudian dengan terbukanya pintu imaji ini ,
otak mengirim satu impuls yang sama
dengan imaji bunyi kepada alat ucap
yang mengeluarkan bunyi yang merupakan proses fisiologis. Kemudian gelombang
itu bergerak dari mulut A melewati udara ke telinga B yang merupakan proses
fisik. Dari telinga B gelombang bunyi bergerak terus masuk ke otak
B dalam bentuk impuls. Lalu terjadilah proses psikologis yang menghubungkan
imaji bunyi ini denagn konsep sama.
Ferdinan
de Saussure membedakan antara pelaksana yaitu pusat penghubung
penutur dan telinga pendengar yang
keduanya aktif dan penerima yaitu
pusat penghubung pendengar dan telinga penutur yang kedua sebagai bagian yang
pasif
Menurut
Ferdinan de Saussure (dalam Verhaar
2003: 66) linguistik murni mengkaji langue, bukan parole dan langage dengan alasan sebagai berikut.
1.
Langue bersifat sosial sedangkan
parole bersifat individual. Langue berada dalam otak dan bersifat sosial dalam pengertian sinkronik dan parole
bersifat idiosentrik karena ditentukan oleh perseorangan.
2.
Langue bersifat abstrak (dalam otak) dan parole selalu bergantung pada kemauan penutur dan bersifat
intelektual.
3.
Langue adalah pasif sedangkan parole adalah aktif.
Ferdinan de Saussure mengartikan langue sebagai stau sistem tanda atau lambang
yang arbitrer dan digunakan untuk
menyatakan ide-ide dan mempunyai aturan-aturan. Dengan demikian, langue adalah satu sistem nilai
murni yang terdiri dari pikiran yang
tersusun dan digabungkan dengan bunyi. Yang paling penting dalam Ferdinan de
Saussure adalah mengenai signe linguistique atau tanda
linguistik karena bahasa merupakan
sebuah sistem tanda. Menurut De Saussure
tanda lingistik adalah sebuah wujud psikologis yang berunsur
dua yaitu signifie atau konsep
atau petanda dan signifiant atau imaji
bunyi atau penanda. Kedua sinifie dan
signifiant sangat berkait erat. Ciri
dari signi’ linguistique sebagai
berikut:
Pertama, tanda linguistik bersifat arbiter, kedua, penanda (signifiant)
dari suatu signe linguistique
merupakan satu bentangan yang dapat
diukur dalam satu dimensi atau merupakan satu garis dan satu perpanjangan. Hal
itu menunjukkan bahwa bahasa dianggap sebagai satu deretan atau urutan, ketiga,
signe linguistique mempunyai
pergandaan yang tidak dapat dihitung.
Gerakan strukturalisme
dari Eropa ini berpengaruh sampai ke benua Amerika. Studi bahasa di Amerika
pada abad 19 dipengaruhi oleh hasil kerja akademis para ahli Eropa dengan nama
deskriptivisme. Para ahli linguistik Amerika mempelajari bahasa-bahasa suku
Indian secara deskriptif dengan cara menguraikan struktur bahasa. Orang Amerika
banyak yang menaruh perhatian pada masalah bahasa. Thomas Jefferson, presiden
Amerika yang ketiga (1801-1809), menganjurkan agar supaya para ahli linguistik
Amerika mulai meneliti bahasa-bahasa orang Indian. Seorang ahli linguistik
Amerika bemama William Dwight Whitney (1827-1894) menulis sejumlah buku
mengenai bahasa, antara lain Language and
the Study of Language (1867).
Tokoh linguistik lain
yang juga ahli antropologi adalah Franz Boas (1858-1942). Sarjana ini mendapat
pendidikan di Jerman, tetapi menghabiskan waktu mengajar di negaranya sendiri.
Karyanya berupa buku Handbook of American
Indian languages (1911-1922) ditulis bersama sejumlah koleganya. Di dalam
buku tersebut terdapat uraian tentang fonetik, kategori makna dan proses
gramatikal yang digunakan untuk mengungkapkan makna. Pada tahun 1917
diterbitkan jurnal ilmiah berjudul International
Journal of American Linguistics.
Pengikut Boas yang
berpendidikan Amerika, Edward Sapir (1884-1939), juga seorang ahli antropologi
dinilai menghasilkan karya-karya yang sangat cemerlang di bidang fonologi.
Bukunya, Language (1921) sebagian
besar mengenai tipologi bahasa. Sumbangan Sapir yang patut dicatat adalah
mengenai klasifikasi bahasa-bahasa Indian.
Pemikiran Sapir
berpengaruh pada pengikutnya, L. Bloomfield (1887-1949), yang melalui kuliah
dan karyanya mendominasi dunia linguistik sampai akhir hayatnya. Pada tahun
1914 Bloomfield menulis buku An
Introduction to Linguistic Science. Artikelnya juga banyak diterbitkan
dalam jurnal Language yang didirikan
oleh Linguistic Society of America
tahun 1924. Pada tahun 1933 sarjana ini menerbitkankan buku Language yang mengungkapkan pandangan
behaviorismenya tentang fakta bahasa, yakni stimulus-response
atau rangsangan-tanggapan. Teori ini dimanfaatkan oleh Skinner (1957) dari
Universitas Harvard dalam pengajaran bahasa melalui teknik drill.
Dalam bukunya Language, Bloomfield mempunyai pendapat
yang bertentangan dengan Sapir. Sapir berpendapat fonem sebagai satuan
psikologis, tetapi Bloomfield berpendapat fonem merupakan satuan behavioral.
Bloomfield dan pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur bahasa yang
diteliti, karena itu mereka disebut kaum strukturalisme dan pandangannya
disebut strukturalis.
Bloomfield beserta
pengikutnya menguasai percaturan linguistik selama lebih dari 20 tahun. Selama
kurun waktu itu kaum Bloomfieldian berusaha menulis tata bahasa deskriptif dari
bahasa-bahasa yang belum memiliki aksara. Kaum Bloomfieldian telah berjasa
meletakkan dasar-dasar bagi penelitian linguistik di masa setelah itu.
Bloomfield berpendapat
fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan bidang mandiri dan tidak
berhubungan. Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa sebagai sistem hubungan
adalah tata bahasa stratifikasi yang dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata bahasa
lainnya yang memperlakukan bahasa sebagai sistem unsur adalah tata bahasa tagmemik yang dipelopori
oleh K. Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra diisi oleh sebuah elemen.
Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan yang disebut tagmem.
Murid
Sapir lainnya, Zellig Harris, mengaplikasikan metode strukturalis ke dalam
analisis segmen bahasa. Sarjana ini mencoba menghubungkan struktur morfologis,
sintaktis, dan wacana dengan cara yang sama dengan yang dilakukan terhadap
analisis fonologis. Prosedur penelitiannya dipaparkan dalam bukunya Methods in Structural Linguistics
(1951).
Ahli
linguistik yang cukup produktif dalam membuat buku adalah Noam Chomsky. Sarjana
inilah yang mencetuskan teori transformasi melalui bukunya Syntactic Structures (1957), yang kemudian disebut classical theory. Dalam perkembangan
selanjutnya, teori transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan kinerja yang
dicetuskannya melalui Aspects of the
Theory of Syntax (1965) disebut standard
theory. Karena pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung
makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis generatif (generative syntax). Pada tahun 1968
sarjana ini mencetuskan teori extended
standard theory. Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative semantics; tahun 1980 government and binding theory; dan tahun
1993 Minimalist program.
2.2 Aliran Glosemantik
Aliran
inilahir di Denmark. Tokohnya antara lain adalah, Loise Hjemslev (1899 – 1965),
yang meneruskan ajaran Ferdinad de Saussure. Namanya menjadi terkenal karena
usahanyauntuk membuat ilmu bahasa menjadi ilmu yang berdiri sendiri, bebas dari
ilmu lain, dengan peralatan, metodologis, dan terminologis sendiri. Sejalan dengan pendapat de Saussure, Hjemslev menganggap bahasa itu mengandung dua
segi, yaitu segi ekspresi dan segi isi. Masing-masing segi mengandung
forma dan substansi, sehingga diperoleh forma ekspresi, substansi ekspresi,
forma isi dan substansi isi. Pembedaan forma dari substansi berlaku
untuk semua hal yang ditelaah secara ilmiah. Sedangkan pembedaan ekspresi dari
isi hanya berlaku sebagai telaah bahasa saja.
2.3 Linguistik Strukturalis Leonard Bloomfield (1887-1949)
Leonard Bloomfield
menganut paham psikologi behavioristik. Unsur-unsur lingistik dijelaskan
berdasarkan distribusi unsure tersebut di dalam lingkungan (environment) berada. Teori Bloomfield adalah perilaku bahasa atau lambing bahasa (r……s) dan hubungannya
dengan makna (S……R).
Menurut Bloomfield
(dalam Chaer 2003:69) bahasa
merupakan sekumpulan ujaran yang muncul
dalam suatu masyarakat tutur (speech
community). Ujran inilah yang hars
dikaji untuk mengetahui bagian-bagian di dalamnya. Teori linguistik menurut
aliran ini adalah didasrkan pada andaian-andaian dan definisi karena
ketidakmungkinan kita untuk mendengar
semua ujaran di dalam masyarakat tutur. Bahasa menurut Bloomfield terdiri dari sejumlah isyarat tanda dan
berupa unsure-unsur vocal (bunyi) yang dinamai bentuk linguistic. Setiap bentuk
adalah suatu kesatuan isyarat yang dibentuk oleh fonem-fonem. Setia ujaran adalah
bentuk, tetapi tidak semua bentuk adalah ujaran. Menurut Bloomfield ada dua bentuk : 1) bentuk bebas (free morfem), bentuk yang dapat
diujarkan sendirian dan 2) bentuk terikat (bound
form) yaitu bentuk linguitik yang tidak dapat diujarkan sendirian.
Dalam teori linguistik Bloomfield ada
beberapa istilah/term yakni
a.
Fonem adalah satuan bunyi terkecil dan distingtif dalam kessikon suatu
bahasa seperti bunyi (u) pada kata bahasa ndonesis (bakul) karena bunyi itu merupakan bunyi distingtif dengan kata (bakal). Kedu kata (bakul) dan
(bakal) memiliki makna yang berbeda karena berbeda vocal (u) dan (a).
b.
Morfem adalah satuan atau unit terkecil yang memiliki makna dari bentuk
leksikon. Misalnya dalam kalimat Amat menerima hadiah terdapat morfem amat,
me-, terima, dan hadiah.
c.
Frase adalah unit yang tidak minimum yang terdiri dari dua bentuk bebas
atau lebih. Misalnya adik saya sudah mandi terdiri dari dua frase adik saya dan sudah mandi.
d.
Kata adalah bentuk bebas yang minimum yang terdiri dari satu bentuk
bebas dan ditambah bentuk-bentuk yang
tidak bebas.
e.
Kalimat adalah ujaran yang tidak merupakan bagian dari ujaran lain dan
merupakan satu ujaran maksimum.
Bloomfield dalam
analisisnya berusaha memenggal bagian-bagian bahasa itu, serta menjelaskan
hakikat hubungan di antara bagian-bagian fonem, morfem, frase, kata, dan
kalimat dan juga membicarakan konsep taksem, semem, tagmem, episemem. Oleh
karena itu Bloomfield disebut
linguistik taksonomik.
2.3 Teori Jhon Rupert Firth (1890-1960)
Jhon
Rupert Firth adalah sebuah linguis Inggris yang pada tahun 1944 mendirikan
sekolah linguistik deskriptif di London. Menurut Jhon Rupert Firth terdapat konteks fonologi,
morfologi, leksikon, dan situasi. Bahasa adalah susunan dari konteks-konteks
ini. Struktur bahasa menurut Jhon Rupert
terdiri dari lima tingkatan yaitu tingkatan fonetik, leksikon, morfologi,
sintaksis, dan semantik.
Ada dua jenis perkembangan dalam ilmu linguistik dalam pandangan Jhon
Rupert Firth (dalam Chaer 2003:72) mencakup a) teori konteks situasi untuk
menentukan arti, b) analisis prosodi dalam fonologi yang terbagi dengan unit
fonematik yang terdiri dari konsonan segmental dan unsur-unsur vokal. Yang
kedua dari analisis prosodi terdiri dari
fitur-fitur (suku kata, suku kata terbuka dan tertutup, suku-suku kata, urutan
bunyi vokal, tempat dan hakikat bunyi penting, serta semua sifat yang mengarah
pada struktur suku kata, urutan suku kata, dan kesesuaian suku kata dalam kata, potongan kalimat sampai
keseluruhan kalimat.
Seiring dengan
perkembangan waktu dan penemuan-penemuan baru, aliran ini mengalami pro dan
kontra. Banyak tokoh dan pemikiran yang muncul tentang bahasa, dari sinilah
lahir berbagai aliran linguistik modern. Beberapa aliran, yang kemudian berubah
menjadi konsep gramatika bahasa, antara lain adalah: aliran tradisional (masih
dipertahankan), strukturalisme, transformasi, relasional, fungsional, tagmemik,
dan tata
bahasa kasus.
III.
Linguistik
Transformasi
Teori
Chomsky terbagi atas empat fase, 1) Syntactic
Stucture pada tahun 1957-1964, 2) Aspect of the Theory of Syntax pada tahun 1965-1966, 3) teori standar yang diperluas antara tahun
1967-1972, dan 4) Sesudah teori standar yang diperluas pada tahun 1973-sekarang
seperti yang tercakup dalam government
and binding dan Transformasional
Generative Grammar; tetapi dalam bahasa Indonesia
lazim disebut tata bahasa transformasi atau tata bahasa generatif.
Noam Chomsky (dalam
Chaer: 78) menunjukkan beberapa kelemahan
struktural:
a)
Analisis kalimat struktural
selesai pada unsur terkecil (kata), lalu bagaimana lafalnya (bunyi/fonem) dan maknanya?, dan
b)
Struktural tidak memperhatikan
aspek psikis /mental bahasa. Bahasa tidak
dimanusiawikan. Pahahal, bahasa dihasilkan lewat pikiran dan tuturan
manusia. Dari protes inilah lahir aliran baru yang disebut semantik dan
psikolinguistik.
Menurut Chomsky (2002: 54) salah
satu tujuan dari penelitian bahasa adalah untuk menyusun tata bahasa dari
bahasa tersebut. Bahasa dapat dianggap sebagai kumpulan kalimat yang terdiri
dari deretan bunyi yang mempunyai makna. Maka, tugas tata bahasa haruslah dapat
menggambarkan hubungan bunyi dan arti dalam bentuk kaidah-kaidah yangtepat dan
jelas.
Menurut Chomsky (dalam Chaer 2003: 76) tata bahasa harus memenuhi 2 syarat, yaitu: 1) Kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus
dapat diterima oleh pemakai bahasa tersebut dan 2)
Tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga istilah yang
digunakan tidak berdasarkan pada gejala tertentu saja dan harus sejajar dengan
teori linguistik tertentu. Struktur adalah pembenaran tata bahasa dari suatu bahasa.
Dalam Syntactic
Stucture (2002) dijelaskan
terdapat perbedaan mendasar
antara kompetensi ( pengetahuan pembicara
- pendengar bahasanya ) dan kinerja (
penggunaan aktual bahasa dalam situasi konkret ). Hanya di bawah
idealisasi yang ditetapkan dalam paragraf sebelumnya untuk meningkatkan kinerja yang refleksi langsung dari kompetensi . Pada kenyataannya hal itu jelas tidak bisa langsung mencerminkan kompetensi . Oleh karena itu , dalam teknis
akal , teori linguistik adalah adalah mentalistik karena bersangkutan dengan
menemukan realitas mental yang mendasari perilaku aktual . Penggunaan bahasa atau disposisi dihipotesiskan untuk merespon kebiasaan , dan sebagainya , dapat memberikan bukti realitas mental. Hal itulah yang membuat perbedaan mendasar dengan hanya adanya langue – parole (Saussure ), tetapi perlu untuk menata ulang konsep tentang langue yang hanya sebagai persediaan sistematik bukan sebagai konsepsi kompetensi yang mendasari. Namun demikian ditemukan banyak korelasi penting secara alamiah antara struktur sintaksis dan makna, dengan kata secara berbeda yang digunakan sebagai perangkat gramatikal secara sistematis . Korelasi ini dapat menjadi bagian dari subjek
penting untuk teori yang lebih umum bahasa peduli dengan sintaksis dan semantik .
idealisasi yang ditetapkan dalam paragraf sebelumnya untuk meningkatkan kinerja yang refleksi langsung dari kompetensi . Pada kenyataannya hal itu jelas tidak bisa langsung mencerminkan kompetensi . Oleh karena itu , dalam teknis
akal , teori linguistik adalah adalah mentalistik karena bersangkutan dengan
menemukan realitas mental yang mendasari perilaku aktual . Penggunaan bahasa atau disposisi dihipotesiskan untuk merespon kebiasaan , dan sebagainya , dapat memberikan bukti realitas mental. Hal itulah yang membuat perbedaan mendasar dengan hanya adanya langue – parole (Saussure ), tetapi perlu untuk menata ulang konsep tentang langue yang hanya sebagai persediaan sistematik bukan sebagai konsepsi kompetensi yang mendasari. Namun demikian ditemukan banyak korelasi penting secara alamiah antara struktur sintaksis dan makna, dengan kata secara berbeda yang digunakan sebagai perangkat gramatikal secara sistematis . Korelasi ini dapat menjadi bagian dari subjek
penting untuk teori yang lebih umum bahasa peduli dengan sintaksis dan semantik .
Oleh karena itu dapat diambil simpulan bahwa dalam Syntactic
Stucture (2002) tata bahasa
adalah:
(a)
Bahwa struktur
permukaan sintaksis adalah satu-satunya tingkat sintaksis yang relevan dengan
ketentuan interpretasi fonetik; dan (b) bahwa struktur dalam sintaksis adalah
satu-satunya tingkat sintaksis yang relevan dengan interpretasi semantik. Yang
kedua ini berakibat adanya prinsip bahwa kaidah transformasional memelihara
makna; artinya, kaidah itu sama sekali tidak mengubah makna struktur yang
dipakai untuk beroperasinya. Hal ini memberi simpulan bahwa semua kalimat yang
memili struktur dalam yang sama akan mempunyai makna yang sama. Hal itu mendasari juga adanya Tata
Bahasa Transformasi
(a)
Tata
Bahasa Transformasi
Dalam Aspect of the Theory of Syntax yang diperhatikan adalah tata bahasa. Tata
bahasa bergantung pada pengetahuan “penutur” bahasa (kompetensi) yang akan dimanfaatkan dalam pelaksanaan
berbahasa (performansi). Dalam pelaksanaan berbahasa, lingustik generatif
transformatif memberikan adanya konsep struktur dalam (deep structure) dan adanya struktur
luar (surface structure)
Beberapa
paparan di atas menunjukkan bahwa Noam Chomsky adalah Ahli linguistik yang
cukup produktif dalam membuat buku mulai
dari teori transformasi melalui bukunya Syntactic Structures (1957) yang
kemudian disebut classical theory. Dalam perkembangan selanjutnya, teori
transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan kinerja yang dicetuskannya
melalui Aspects of the Theory of Syntax (1965) disebut standard
theory. Karena pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung
makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis generatif (generative syntax).
Pada tahun 1968 sarjana ini mencetuskan teori extended standard theory.
Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative semantics;
tahun 1980 government and binding theory; dan tahun 1993 Minimalist
program.
I.
Lingusitik
Tagmemik
Tata
bahasa Tagmemik dilontarkan oleh
Kenneth L.Pike (USA). Aliran ini dapat dikatakan sebagai lanjutan struktural
dan antropologis. Pengaruh Bloomfield dan Sapir masih dapat dirasakan, dari
pola-pola tata bahasa yang diajukannya. Tagmem adalah satuan terkecil kosong
(zero), yang diisi oleh fungsi, kategori, dan peran Konsep analisis tagmem
mencoba memisahkan unsur etik (fonetik) dan emik (fonemik)
Aliran tagmemik pada
dasarnya mengikuti teori kesemestaan yang beranggapan bahwa semua bahasa yang ada di dunia ini di samping memiliki
ciri khasnya masing-masing juga memiliki ciri atau karakter yang sama untuk
semua bahasa. Aliran tagmemik bersifat eklektik karena memang secara
substansial aliran ini merupakan pepaduan dari berbagai teori. Karakteristik
analisis fungsi dan jabatan kalimat pada teori tradisional dipilih dan
ditempakna pada posisi slot. Karakteristik - analisis unsur langsung atas kategori
gramatikal pada aliran structural dan analisis surface structure pada aliran transformasi dipilih dan ditempatkan pad dimensi filler atau filler class. Karaktersitik analisis peran pada case grammar dipilih
dan ditempatkan pada dimensi role. Karakteristik analisis hubungan antarunsur
pada aliran relasionalisme dipilh dan ditempatkan pada dimensi kohesi. Tagmen
adalah unsure dari suatu kontruksi gramatik yang memiliki empat dimensi, yakni
dimensi slot, dimensi klas, dimensi peran, dan dimensi kohesi.
a.
Slot adalah salah satu dimensi tamem yang merupakan tempat kosong di
dalam struktur yang harus diisi oleh fungsi tagmem. Dalam struktur tradisional
berupa subjek, predikat, objek.
b.
Klas atau filler klas adalah dimensi
yang merupakan wujud nyata slot
berupa satuan lingual seperti morfem, kata, frasa, klausa, kalimat,
alenia, monolog, dialog, dan wacana. Adakalanya klas dipecah menjadi satuan
yang lebih kecil atau lebih spesifik (subklas) misalnya, kata benda, kata
kerja, kata sifat, frase benda, frase kerja, frase sifat, klausa transitif,
intransitive,
c.
Peran atau role adalah dimensi tagmem yang merupakan pembawa fungsi
tagmem (lurah itu fungsi, pemimpin desa adalah peran) dalam sebuah klausa,
subjek dan presikat adalah slot, pelaku adalah peran dan frase adalah klas
d.
Kohesi adalah tagmem yang merupakan pengontrol hubungan antartagmem.
Pengontrol itu bertanda yang akan menandai ada atau tidaknya hubungan
antartagmem. Beberapa kelemahan tagmemik adalah merangkum teori dan prinsip
pratagmemik dihargai sesuai proporsinya, ada konsep kesemestaan, konsep
gramatikal lengkap, mulai dari morfem samapi dengan wacana. Setiap level
dikaitkan dengan level di atasnya dan menggunakan pendekatan komunikatif dan
kontekstual.
1.1
Tata Bahasa Kasus
Tata
bahasa tagmem yang dicetuskan oleh Pike ini dikembangkan oleh Salah seorang
murid Pike, Charles Fillmore, yang menulis buku The
Case for Case (1968) mengembangkan aliran baru linguistik yang
disebut aliran tata bahasa kasus (Case Grammar).
Aliran ini memiliki ciri-ciri:
a. modifkasi
tata bahasa Generatif transformatif
b. kajian
pada hubungan internal antarunsur gramatikal dalam konstruksi kalimat (hubungan
antara argumen (S)
dengan
predikator (P)
c. terpengaruh
kaidah kasus dalam bahasa Sanskerta (inflektif)
d. kasus=
pembeda makna kata, terlihat dalam perubahan bentuk) Contoh: Adik makan bubur
-> analisis kasus
antarunsur:……………………….
Adik (S) dan makan (P) berkasus
agentif 'pelaku' Bubur (O) dengan makan (P) berkasus
datif 'objek penderita' Berikut daftar kasus yang dikenal dalam
berbagai bahasa berfleksi (lihat juga Samsuri, 1988:348):
a)
agentif (pelaku) ~ Leni
menulis surat
a. lokatif (tempat) ~
Bapak memasukkan uang
ke dompet
b)
benefaktif (sasaran) ~
Buku ini untuk adik
c)
genetif (milik) ~
rumah seseorang
d)
instrumental (sarana) ~
Ibu membuka lemari dengan
kunci duplikat
e)
objek
(penderita) ~ Dokter memeriksa kesehatan nenek
f)
temporal (waktu) ~
Film akan diputar jam 21
WIB
g)
datif (dikenai tindakan verba) ~
Dia memukul sepeda
itu.
h)
komitatif (peranserta pada
tindakan verba)
4.2 Tata
Bahasa Relasional (1970-an)
Sama halnya dengan tata bahasa
transformasi, tata bahasa relasional juga berusaha mencari kaidah kesemestaan
bahasa.
Berbagai
aliran tersebut terus mengalami perkembangan dan perubahan, seiring dengan
pengaruhnya di dunia linguistik. Pemikiran dan penemuan baru belakangan terus
bermunculan dan mewarnai penelitian linguistik. Dalam berbagai kajian dan
kepentingan, muncullah aliran "ekliktik" (eclictic),
suatu aliran yang memverifikasi berbagai aliran dengan tujuan mengambil yang
baik, membuang yang buruk. Oleh karena itu aliran Tagmemik pada awalnya muncul setelah aliran struktural
yang mencoba menggabungkan Bloomfield dan Ferdinand de Saussure. Namun
Tagmem yang bersifat eklektik kembali
dikembangkan oleh Fillmore setelah aliran transformasi oleh Naom Chomsky.
Dengan demikian Tagmemik dapat dikatakan aliran linguistik yang masih berkembang setelah aliran transformasional.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul.2007. Linguistik
Umum. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.
___________. 2003. Psikolinguistik: Kajian
Teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta
Chomsky,
Naom. 2002. Syntactic Structures. New York : Mouton de Gruyter.
Chomsky,
Naom . 1965. Aspects Of The Theory Of
Syntax . Cambridge, Massachusetts Institute of Technology : The M.Lt. Press
Pike, L Kenneth. Linguistic Consepts. Diterjemahkan oleh
Kentjanawati Gunawan 1992. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama
Soeparno. 2008. Aliran Tagmemik. Yogyakarta:Tiara Wacana
mengapa aliran Prahanya tidak disebutkan??? Aliran Sistemik juga, dan yang lainnya???
BalasHapusmngkin rujukan.y tdak kesana
BalasHapus