Minggu, 08 Desember 2013

Aliran - Aliran Linguistik

Penyusun : 

 1.       UMI NURHIDAYATI             NIM. 137835059

 2.      A. ERNEST NUGROHO        NIM. 137835070 (Pengunggah)

 3.      PRASTIWI                              NIM. 137835069

BEBERAPA ALIRAN dalam LINGUISTIK

Bahasa pada prinsipnya merupakan  alat berpikir. Kriteria Kegramatikalan  ditetapkan berdasarkan kaidah secara ketat dan konsisten. Setia pelanggaran terhadap kaidah dianggap sebagai kesalahan bahasa. Tata bahasa mereka  dinamakan tata bahasa normative (berpegang pada kaidah secara ketat dan konsisten) dan tata bahasa perpekstif (menghakimi benar-salah pemakaian bahasa). Aliran ini mencampuradukkan bahasa dalam arti yang sebenarnya dengan tulisan (bahasa dalam repersentasi grafis).  Analisis bahasa terbatas pada jabatan/ fungsi kalimat dan pengelompokan jenis kata. Perkembangan sejarah linguistik mencapai kedewasaannya, atau mendekati kajian objektif sebagai ilmu pengetahuan yang modern dan mandiri, dimulai sejak abad 19 hingga sekarang. Secara garis besar, perkembangan sejarah linguistik dapat dibagi dalam tiga periode, yaitu: jaman kuno, jaman pertengahan, dan jaman modern.
I.          Linguistik Tradisional
Linguistik Tradisional (linguistik normatif, preskriptif) berkembang dari budaya Yunani dan Romawi (sejak abad 4 SM). Dasar pemikirannya pada filsafat dan logika. Bahasa diposisikan dalam kondisi benar-salah, baik-buruk (normatif). Bagi aliran ini, bahasa harus sesuai dengan kaidah yang sudah ada, sehingga perubahan dalam bahasa tidak bisa dibenarkan. Tokoh aliran ini antara lain: Plato, Aristoteles. Sementara kaum yang mendukung disebut kaum puriest (pure 'murni), yaitu kaum yang menginginkan bahasa tetap murni, statis, dan tidak boleh ada perubahan.

Berdasarkan pijakan pendapat Chaer (2003:65) tata bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantik sedangkan tata bahasa struktural berdasarkan struktur atau ciri-ciri formal yang ada dalam suatu bahasa tertentu. Tata bahasa tradisional dari zaman per zaman, mulai zaman Yunani sampai masa menjelang munculnya linguistik modern di sekitar akhir abad ke-19. Adapun bebarapa periode linguistik dapat dirunut perkembangannya seperti yang tertera di bawah ini.
Liguistik Zaman Yunani
Masalah pokok kebahasaan yang menjadi pertentangan para linguis waktu itu adalah pertentangan antara fisis dan nomos, dan pertentangan antara analogi dan anomaly. Para filsuf Yunani mempertanyakan, apakah bahasa itu bersifat alami (fisis) atau bersifat konvensi (nomos). Bersifat alami maksudnya bahasa itu mempunyai asal – usul, sumber dalam prinsip – prinsip abadi dan tidak dapat diganti di luar manusia itu sendiri.
Bahasa bersifat konvensi maksudnya, makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi atau kebiasaan yang mempunyai kemungkinan bisa berubah. Pertentangan analogi dan anomaly menyangkut masalah bahasa itu sesuatu yang teratur dan tidak teratur. Kaum analogi antara lain, Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa bahasa itu bersifat teratur, karena itulah orang dapat menyusun tata bahasa. Sebaliknya, kelompok anomaly berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur. Dari studi bahasa pada zaman Yunani ini kita mengenal nama beberapa kaum atau tokoh yang mempunyai peranan besar dalam studi bahas ini. Dapat dicermati  bahwa Pertentangan analogi dan anomali menyangkut masalah bahasa itu sesuatu yang teratur atau tidak teratur. Kaum analogi, antara lain Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa bahasa itu bersifat teratur. Karena adanya keteraturan itulah orang dapat menyusun tata bahasa. Sebaliknya, kelompok anomali berpandapat bahwa bahasa itu tidak teratur. Jika bahasa itu taratur, mengapa bentuk jamak bahasa inggris child menjadi  children bukannya childs; mengapa bentuk past tense dari write  menjadi  wrote, dan bukannya writed?
Kaum Sophis
Salah seorang kaum Sophis, yaitu Protogores, membagi kalimat menjadi kalimat narasi, kalimat tanya, kalimat jawab, kalimat perintah, kalimat laporan, doa, dan undangan.

  
Plato (429 – 347 S.M.)
Plato yang hidup sebelum abad masehi itu dalam study bahasa terkenal di antaranya:
a) memperdebatkan analogi da anomaly dalam bukunya Dialoog.
b) menyodorkan batasan bahasa.
c) Dialah orang yang pertama kali membedakan kata dalam onoma dan rhema.
Aristoteles ( 384 – 322 S.M. )
Aristoteles adalah seorang murid platoyang memperkenalkan:
a.       Penambahan  satu kelas kata lagi yang dibuat gurunya, Plato, yaitu dengan syndesmoi.
b.       Pembedaan jenis kelamin kata ( atau gender ) menjadi tiga, yaitu maskulin, feminin, dan neutrum.
Kaum Stoik
Kaum Stoik terkenal memperlihatkan :
a.       pembeda study bahasa secara logika dan study bahasa secara tata bahasa.
b.      penciptaan istilah – istilah khusus untuk study bahasa.
c.       pembeda 3 komponen utama dari study bahasa.
d.      Mereka membedakan legein.
e.       Mereka membagi jenis kata menjadi 4, yaitu kata benda, kata kerja, syndesmoi, dan arthoron
f.       Mereka membedakan adanya kata kerja komplit dan kata kerja tak komplit, serta kata kerja aktif dan kata kerja pasif.
Kaum Alexandrian
Kaum Alexandrian menganut paham analogi dalam study bahasa. Dari mereka kita mewarisi sebuah buku tata bahasa yang disebut Tata Bahasa Dionysius Thrax. Buku inilah yang kemudian dijadikan model dalam penyusunan buku tata bahasa Eropa lainnya.
Zaman Romawi
Studi bahasa pada zaman Romawi dapat dianggap kelanjutan dari zaman Yunani. Tokoh pada zaman Romawi yang terkenal, antara lain, Varro ( 116 – 27 S.M. ) dengan karyanya De Lingua Latina dan Priscia dengan karyanya Institutiones Grammaticae.
Varro dan De Lingua Latina
Dalam buku De Lingua Latina masih juga memperdbatkan masalah analogi dan anomaly seperti pada zaman Stoik di Yunani. Buku ini dibagi dalam bidang – bidang etimologi dan morfologi.
a.       Etimologi, adalah cabang Linguistik yang menyelidiki asal – usul kata beserta artinya.
b.      Morfologi, adalah cabang linguistic yang mempelajari kata dan pembentukannya. Mengenai deklinasi, yaitu perubahan bentuk kata, Varro membedakan adanya 2 macam deklinasi, yaitu deklinasi naturalis dan deklinasi voluntaris. 1) Deklinasi naturalis, adalah perubahan yang bersifa alamiah, sebab perubahan itu dengan sendirinya dan sudah berpola. 2) Deklinasi voluntaris, adalah perubahan yang terjadi secara morfologis, bersifat selektif dan manasuka.
Dilihat dari pendeskripsian di atas, perhatian pada bahasa tampaknya tercatat dimulai dari bangsa India kuno. Mereka telah mempelajari bahasa dari peninggalan kitab-kitab suci Weda, sekitar abad 5 SM. Jika diambil sebuah simpulan, bangsa Yunani kuno juga banyak mempelajari bahasa. Bahkan tokoh-tokoh filsuf Yunani dikenang hingga sekarang. Mereka antara lain adalah: Sokrates (469-399 SM), Plato (427- 347 SM), dan Aristoteles (384-322 SM). Ciri kajian pada masa itu didasarkan pada : a) filsafat sebagai dasar kajian  dan b) munculnya pertentangan aliran pemikiran; fisis dan nomos dan antara anomali dan analogi. Dari kondisi seperti itulah berkembang komunitas-komunitas pemikir bahasa. Mereka adalah kaum Stoik (para filsuf), kaum Alexandrian (menelorkan tata bahasa tradisional), dan kaum Soppist (pemikir masalah retorika).
Di Romawi, linguistik berkembang pada abad 3-1 SM. Pengaruh Yunani tampaknya masih sangat kental mewarnai pekembangan kebudayaan bangsa ini. Sehingga masa itu tidak banyak yang berkembang secara menonjol. Tokoh besar yang terkenal pada masa Romawi adalah M.Varro (116-27 SM). Dialah yang menyusun tata bahasa Latin dengan ciri kata yang berinfleksi.
 Zaman Pertengahan
Dari zaman pertengahan ini yang patut dibicarakan dalam studi bahasa antara lain:
a) Kaum Modistae,masih membicarakan pertentangan antara fisis dan nomos dan pertentangan antara analogi dan anomaly.
b) Tata Bahasa Spekulstiva, merupakan hasil integrasi deskripsi gramatikal bahasa latin ke dalam filsafat skolastik.
c) Petrus Hispanus, bukunya berjudul Summulae Logicales.
Zaman Renaisans
Dianggap sebagai pembukaan abad pemikiran abad modern. Ada 2 hal yang perlu dicatat : (1) Selain menguasai bahasa Latin, sarjana – sarjana pada waktu itu juga menguasai bahasa Yunani, bahasa Ibrani dan bahasa Arab. (2) Selain bahasa Yunani, Latin, Ibrani dan Arab, bahasa –bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian dalam bentuk pembahasan, penyusunan tata bahasa, dan malah juga perbandingan.
Mengenai Linguistik tradisional di atas, maka scara singkat dapat dikatakan, bahwa :
a.       pada tata bahasa tradisional ini tidak dikenal adanya perbedaan antara bahasa ujaran dengan bahasa tulisan.
b.      bahasa yang disusun tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil patokan-patokan dari bahasa lain.
c.       kaidah-kaidah bahasa dibuat secara preskriptif, yakni benar atau salah.
d.      persoalan kebahasaan sering kali dideskripsikan dengan melibatkan
logika.
Berikut dengan rinci memaparkan beberapa aliran dalam linguistik.
Zaman pertengahan dimulai pada masa 500-1500 M, dan diteruskan pada abad 19 M. zaman pertengahan ditandai dengan jatuhnya kekaisaran Romawi. Munculnya zaman Renaisanse (zaman kebangkitan) oleh kaum modistae/analogi. Penyelidikan bahasa pada zaman ini sudah mendasarkan pada aspek logika. Bahasa diurai dalam tiga aspek, yaitu: tulisan, ucapan, dan pikiran. Tokoh penting masa itu adalah: Boethicus (menerjemahkan karya Aristoteles) dan Petrus Hispanus (Paus XXI).
Perkembangan yang sangat berarti, setelah abad 15, masuk abad 18 dan 19 M. Pada masa inilah linguistik betul-betul menemukan jatidirinya sebagai ilmu pengetahuan yang mandiri dan objektif. Perkembangan pertama yang terjadi adalah munculnya aliran pemikiran yang banyak menelaah linguistik historis komparatif (LHK). Perhatian mereka disebabkan banyaknya ditemukan naskah-naskah lama, dari India, Jerman.
Menjelang abad modern yang tdaik saja bertumpu pada logika dan filsafat, namun lebih mengarah pada struktur bahasa,  munculullah aliran linguistik strukturalisme (deskriptif) yang dipelopori oleh Ferdinand de Saussure (1857-1913), yang kemudian dikenal sebagai Pelopor Linguistik Modern. Pada zaman Modern (abad 20),  di masa ini perkembangan linguistik sebagai ilmu modern telah mencapai puncaknya, yaitu berkembangnya aliran strukturalisme. Khusus di Amerika, strukturalisme dipelopori oleh Leonard Bloomfield (1877-1949) yang sangat disegani karena bukunya yang berjudul Language (1933) menjadi acuan dan perimbangan berbagai penelitian berikutnya.

II.       Linguistik  Strukturalis
Linguistik struktural (linguistik deskriptif) berkembang sebagai akibat ketidakpuasan para peneliti bahasa terhadap aliran tradisional. Untuk memahami bahasa secara utuh, harus dikaji strukturnya (bagian internal bahasa). Jadi bahasa didudukkan sebagai bahasa, tanpa ditambahi beban apapun. Jika linguistik tradisional selalu menerapkan pola-pola tata bahasa Yunani dan latin dalam mendeskripsikan suatu bahasa, maka linguistik strukturalis tidak demikian. Linguistik struturalis berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu.
2.1        Linguistik Tradisional Ferdinand de Saussure (1858-1913)
            Menurut Ferdinan de Saussure dalam bukunya Course de Linguistique Generale (dalam Verhaar  2003: 66)  menganut paham psikologi kognitif, behavioristik, dan pragmatik. Pandangannya antara lain 1) telaah sinkronik dan telaah diakronik, 2) perbedaan langue dan parole, 3) perbedaan signifiane  dan signe’ dan 4) hubungan sintagmatik dan hubungan assosiatif atau paradigmatik
            Ferdinan de Saussure menjelaskan bahwa perilaku penutur atau tindak tutur  (speech act) sebagai satu rangkaian hubungan antara dua orang atau lebih. Perilaku penutur ini terdiri dari dua bagian kegiatan, yakni bagian luar dibatasi oleh mulut dan telinga  dan bagian dalam dibatasi oleh jiwa atau akal yang terdapat dalam otak pembicara atau pendengar. Jika A berbicara maka B menjadi pendengar, dan jika B berbicara maka A menjadi pendengar.
Di dalam otak menurut  penutur A   terdapat konsep atau fakta mental yang dihubungkan dengan bunyi linguistik  sebagai perwujudannya  yang digunakan untuk  melahirkan konsep tersebut. Baik konsep maupun imaji bunyi terletak dalam satu tempat yaitu di pusat penghubung  yang berada di otak. Jika penutur A mengemukakan konsep keoda pendengar B, maka konsep itu membukakan kepada pewujudnya yang berupa imaji bunyi  yang masih berada dalam otak dan merupakan fenomena psikologis.  Kemudian dengan terbukanya pintu imaji ini , otak mengirim satu impuls  yang sama dengan imaji bunyi   kepada alat ucap yang mengeluarkan bunyi yang merupakan proses fisiologis. Kemudian gelombang itu bergerak dari mulut A melewati udara ke telinga B yang merupakan proses fisik. Dari  telinga B  gelombang bunyi bergerak terus masuk ke otak B dalam bentuk impuls. Lalu terjadilah proses psikologis yang menghubungkan imaji bunyi ini denagn konsep sama.
            Ferdinan de Saussure  membedakan antara pelaksana yaitu pusat penghubung penutur  dan telinga pendengar yang keduanya aktif dan penerima yaitu pusat penghubung pendengar dan telinga penutur yang kedua sebagai bagian yang pasif
            Menurut Ferdinan de Saussure (dalam Verhaar  2003: 66)   linguistik murni mengkaji langue, bukan parole dan langage dengan alasan sebagai berikut.
1.      Langue bersifat sosial sedangkan parole bersifat individual. Langue berada dalam otak dan bersifat sosial  dalam pengertian sinkronik  dan parole bersifat idiosentrik karena ditentukan oleh perseorangan.
2.      Langue bersifat abstrak  (dalam otak) dan parole selalu bergantung pada kemauan penutur dan bersifat intelektual.
3.      Langue adalah pasif sedangkan parole adalah aktif.
Ferdinan de Saussure  mengartikan langue sebagai stau sistem tanda  atau lambang  yang arbitrer  dan digunakan untuk menyatakan ide-ide dan mempunyai aturan-aturan. Dengan demikian, langue adalah satu sistem nilai murni  yang terdiri dari pikiran yang tersusun dan digabungkan dengan bunyi. Yang paling penting dalam Ferdinan de Saussure  adalah mengenai signe linguistique atau tanda linguistik  karena bahasa merupakan sebuah sistem tanda. Menurut De Saussure  tanda lingistik adalah sebuah wujud psikologis  yang berunsur  dua yaitu signifie atau konsep atau petanda dan signifiant atau imaji bunyi atau penanda. Kedua sinifie dan signifiant sangat berkait erat. Ciri dari signi’ linguistique sebagai berikut:
Pertama, tanda linguistik bersifat arbiter, kedua, penanda (signifiant) dari suatu signe linguistique merupakan satu bentangan  yang dapat diukur dalam satu dimensi atau merupakan satu garis dan satu perpanjangan. Hal itu menunjukkan bahwa bahasa dianggap sebagai satu deretan atau urutan, ketiga, signe linguistique mempunyai pergandaan yang tidak dapat dihitung.   
Gerakan strukturalisme dari Eropa ini berpengaruh sampai ke benua Amerika. Studi bahasa di Amerika pada abad 19 dipengaruhi oleh hasil kerja akademis para ahli Eropa dengan nama deskriptivisme. Para ahli linguistik Amerika mempelajari bahasa-bahasa suku Indian secara deskriptif dengan cara menguraikan struktur bahasa. Orang Amerika banyak yang menaruh perhatian pada masalah bahasa. Thomas Jefferson, presiden Amerika yang ketiga (1801-1809), menganjurkan agar supaya para ahli linguistik Amerika mulai meneliti bahasa-bahasa orang Indian. Seorang ahli linguistik Amerika bemama William Dwight Whitney (1827-1894) menulis sejumlah buku mengenai bahasa, antara lain Language and the Study of Language (1867).
Tokoh linguistik lain yang juga ahli antropologi adalah Franz Boas (1858-1942). Sarjana ini mendapat pendidikan di Jerman, tetapi menghabiskan waktu mengajar di negaranya sendiri. Karyanya berupa buku Handbook of American Indian languages (1911-1922) ditulis bersama sejumlah koleganya. Di dalam buku tersebut terdapat uraian tentang fonetik, kategori makna dan proses gramatikal yang digunakan untuk mengungkapkan makna. Pada tahun 1917 diterbitkan jurnal ilmiah berjudul International Journal of American Linguistics.
Pengikut Boas yang berpendidikan Amerika, Edward Sapir (1884-1939), juga seorang ahli antropologi dinilai menghasilkan karya-karya yang sangat cemerlang di bidang fonologi. Bukunya, Language (1921) sebagian besar mengenai tipologi bahasa. Sumbangan Sapir yang patut dicatat adalah mengenai klasifikasi bahasa-bahasa Indian.
Pemikiran Sapir berpengaruh pada pengikutnya, L. Bloomfield (1887-1949), yang melalui kuliah dan karyanya mendominasi dunia linguistik sampai akhir hayatnya. Pada tahun 1914 Bloomfield menulis buku An Introduction to Linguistic Science. Artikelnya juga banyak diterbitkan dalam jurnal Language yang didirikan oleh Linguistic Society of America tahun 1924. Pada tahun 1933 sarjana ini menerbitkankan buku Language yang mengungkapkan pandangan behaviorismenya tentang fakta bahasa, yakni stimulus-response atau rangsangan-tanggapan. Teori ini dimanfaatkan oleh Skinner (1957) dari Universitas Harvard dalam pengajaran bahasa melalui teknik drill.
Dalam bukunya Language, Bloomfield mempunyai pendapat yang bertentangan dengan Sapir. Sapir berpendapat fonem sebagai satuan psikologis, tetapi Bloomfield berpendapat fonem merupakan satuan behavioral. Bloomfield dan pengikutnya melakukan penelitian atas dasar struktur bahasa yang diteliti, karena itu mereka disebut kaum strukturalisme dan pandangannya disebut strukturalis.
Bloomfield beserta pengikutnya menguasai percaturan linguistik selama lebih dari 20 tahun. Selama kurun waktu itu kaum Bloomfieldian berusaha menulis tata bahasa deskriptif dari bahasa-bahasa yang belum memiliki aksara. Kaum Bloomfieldian telah berjasa meletakkan dasar-dasar bagi penelitian linguistik di masa setelah itu.
Bloomfield berpendapat fonologi, morfologi dan sintaksis merupakan bidang mandiri dan tidak berhubungan. Tata bahasa lain yang memperlakukan bahasa sebagai sistem hubungan adalah tata bahasa stratifikasi yang dipelopori oleh S.M. Lamb. Tata bahasa lainnya yang memperlakukan bahasa sebagai sistem unsur adalah tata bahasa tagmemik yang dipelopori oleh K. Pike. Menurut pendekatan ini setiap gatra diisi oleh sebuah elemen. Elemen ini bersama elemen lain membentuk suatu satuan yang disebut tagmem.
            Murid Sapir lainnya, Zellig Harris, mengaplikasikan metode strukturalis ke dalam analisis segmen bahasa. Sarjana ini mencoba menghubungkan struktur morfologis, sintaktis, dan wacana dengan cara yang sama dengan yang dilakukan terhadap analisis fonologis. Prosedur penelitiannya dipaparkan dalam bukunya Methods in Structural Linguistics (1951).
            Ahli linguistik yang cukup produktif dalam membuat buku adalah Noam Chomsky. Sarjana inilah yang mencetuskan teori transformasi melalui bukunya Syntactic Structures (1957), yang kemudian disebut classical theory. Dalam perkembangan selanjutnya, teori transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan kinerja yang dicetuskannya melalui Aspects of the Theory of Syntax (1965) disebut standard theory. Karena pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis generatif (generative syntax). Pada tahun 1968 sarjana ini mencetuskan teori extended standard theory. Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative semantics; tahun 1980 government and binding theory; dan tahun 1993 Minimalist program.
        2.2  Aliran Glosemantik
Aliran inilahir di Denmark. Tokohnya antara lain adalah, Loise Hjemslev (1899 – 1965), yang meneruskan ajaran Ferdinad de Saussure. Namanya menjadi terkenal karena usahanyauntuk membuat ilmu bahasa menjadi ilmu yang berdiri sendiri, bebas dari ilmu lain, dengan peralatan, metodologis, dan terminologis sendiri.  Sejalan dengan pendapat de Saussure,  Hjemslev menganggap bahasa itu mengandung dua segi, yaitu segi ekspresi dan segi isi. Masing-masing segi mengandung forma dan substansi, sehingga diperoleh forma ekspresi, substansi ekspresi, forma isi dan substansi isi. Pembedaan forma dari substansi berlaku untuk semua hal yang ditelaah secara ilmiah. Sedangkan pembedaan ekspresi dari isi hanya berlaku sebagai telaah bahasa saja.
 2.3 Linguistik  Strukturalis Leonard Bloomfield (1887-1949)
                 Leonard Bloomfield  menganut paham psikologi behavioristik. Unsur-unsur lingistik dijelaskan berdasarkan distribusi unsure tersebut di dalam lingkungan (environment) berada. Teori Bloomfield adalah perilaku bahasa  atau lambing bahasa (r……s) dan hubungannya dengan makna (S……R).
                 Menurut  Bloomfield  (dalam Chaer 2003:69)  bahasa merupakan sekumpulan ujaran  yang muncul dalam suatu masyarakat tutur (speech community).  Ujran inilah yang hars dikaji untuk mengetahui bagian-bagian di dalamnya. Teori linguistik menurut aliran ini adalah didasrkan pada andaian-andaian dan definisi karena ketidakmungkinan  kita untuk mendengar semua ujaran di dalam masyarakat tutur. Bahasa menurut Bloomfield  terdiri dari sejumlah isyarat tanda dan berupa unsure-unsur vocal (bunyi) yang dinamai bentuk linguistic. Setiap bentuk adalah suatu kesatuan isyarat yang dibentuk oleh fonem-fonem. Setia ujaran adalah bentuk, tetapi tidak semua bentuk adalah ujaran. Menurut Bloomfield   ada dua bentuk : 1) bentuk bebas (free morfem), bentuk yang dapat diujarkan sendirian dan 2) bentuk terikat (bound form) yaitu bentuk linguitik yang tidak dapat diujarkan sendirian.
                        Dalam teori linguistik Bloomfield   ada beberapa istilah/term yakni
a.       Fonem adalah satuan bunyi terkecil dan distingtif dalam kessikon suatu bahasa seperti bunyi (u) pada kata bahasa ndonesis (bakul)  karena bunyi itu merupakan bunyi distingtif  dengan kata (bakal). Kedu kata (bakul) dan (bakal) memiliki makna yang berbeda karena berbeda vocal (u) dan (a).
b.      Morfem adalah satuan atau unit terkecil yang memiliki makna dari bentuk leksikon. Misalnya dalam kalimat Amat menerima hadiah terdapat morfem amat, me-, terima, dan hadiah.
c.       Frase adalah unit yang tidak minimum yang terdiri dari dua bentuk bebas atau lebih. Misalnya adik saya sudah mandi terdiri dari  dua frase adik saya dan sudah mandi.
d.      Kata adalah bentuk bebas yang minimum yang terdiri dari satu bentuk bebas  dan ditambah bentuk-bentuk yang tidak bebas.
e.       Kalimat adalah ujaran yang tidak merupakan bagian dari ujaran lain dan merupakan satu ujaran maksimum.
            Bloomfield   dalam analisisnya berusaha memenggal bagian-bagian bahasa itu, serta menjelaskan hakikat hubungan di antara bagian-bagian fonem, morfem, frase, kata, dan kalimat dan juga membicarakan konsep taksem, semem, tagmem, episemem. Oleh karena itu Bloomfield   disebut linguistik taksonomik.

2.3  Teori Jhon Rupert Firth (1890-1960)
Jhon Rupert Firth adalah sebuah linguis Inggris yang pada tahun 1944 mendirikan sekolah linguistik deskriptif di London. Menurut Jhon  Rupert Firth terdapat konteks fonologi, morfologi, leksikon, dan situasi. Bahasa adalah susunan dari konteks-konteks ini.  Struktur bahasa menurut Jhon Rupert terdiri dari lima tingkatan yaitu tingkatan fonetik, leksikon, morfologi, sintaksis, dan semantik.
            Ada dua jenis perkembangan  dalam ilmu linguistik dalam pandangan Jhon Rupert Firth (dalam Chaer 2003:72) mencakup a) teori konteks situasi untuk menentukan arti, b) analisis prosodi dalam fonologi yang terbagi dengan unit fonematik yang terdiri dari konsonan segmental dan unsur-unsur vokal. Yang kedua dari analisis prosodi  terdiri dari fitur-fitur (suku kata, suku kata terbuka dan tertutup, suku-suku kata, urutan bunyi vokal, tempat dan hakikat bunyi penting, serta semua sifat yang mengarah pada struktur suku kata, urutan suku kata, dan kesesuaian  suku kata dalam kata, potongan kalimat sampai keseluruhan kalimat.
Seiring dengan perkembangan waktu dan penemuan-penemuan baru, aliran ini mengalami pro dan kontra. Banyak tokoh dan pemikiran yang muncul tentang bahasa, dari sinilah lahir berbagai aliran linguistik modern. Beberapa aliran, yang kemudian berubah menjadi konsep gramatika bahasa, antara lain adalah: aliran tradisional (masih dipertahankan), strukturalisme, transformasi, relasional, fungsional, tagmemik, dan tata bahasa kasus.

III.    Linguistik Transformasi
                        Teori Chomsky terbagi atas empat fase, 1) Syntactic Stucture pada tahun 1957-1964, 2)  Aspect of the Theory of Syntax pada tahun 1965-1966, 3) teori standar yang diperluas antara tahun 1967-1972, dan 4) Sesudah teori standar yang diperluas pada tahun 1973-sekarang seperti yang tercakup dalam government and binding dan Transformasional Generative Grammar; tetapi dalam bahasa Indonesia lazim disebut tata bahasa transformasi atau tata bahasa generatif.
            Noam Chomsky (dalam  Chaer: 78) menunjukkan beberapa kelemahan struktural:
a)      Analisis kalimat struktural selesai pada unsur terkecil (kata), lalu bagaimana   lafalnya (bunyi/fonem) dan maknanya?,  dan
b)      Struktural tidak memperhatikan aspek psikis /mental bahasa. Bahasa tidak   dimanusiawikan. Pahahal, bahasa dihasilkan lewat pikiran dan tuturan manusia. Dari protes inilah lahir aliran baru yang disebut semantik dan psikolinguistik.
Menurut Chomsky (2002: 54) salah satu tujuan dari penelitian bahasa adalah untuk menyusun tata bahasa dari bahasa tersebut. Bahasa dapat dianggap sebagai kumpulan kalimat yang terdiri dari deretan bunyi yang mempunyai makna. Maka, tugas tata bahasa haruslah dapat menggambarkan hubungan bunyi dan arti dalam bentuk kaidah-kaidah yangtepat dan jelas.
          Menurut Chomsky (dalam Chaer 2003: 76) tata bahasa harus memenuhi 2 syarat, yaitu: 1) Kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima oleh pemakai bahasa tersebut dan 2) Tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala tertentu saja dan harus sejajar dengan teori linguistik tertentu. Struktur adalah pembenaran tata bahasa dari suatu bahasa.
     Dalam Syntactic Stucture (2002)  dijelaskan terdapat perbedaan mendasar antara kompetensi ( pengetahuan pembicara - pendengar bahasanya ) dan kinerja ( penggunaan aktual bahasa dalam situasi konkret ). Hanya di bawah
idealisasi yang ditetapkan dalam paragraf sebelumnya
 untuk meningkatkan kinerja yang refleksi langsung dari kompetensi . Pada kenyataannya hal itu  jelas tidak bisa langsung mencerminkan kompetensi . Oleh karena itu , dalam teknis
akal ,
teori linguistik adalah adalah mentalistik karena bersangkutan  dengan
menemukan realitas mental yang mendasari perilaku aktual .
Penggunaan bahasa atau disposisi dihipotesiskan untuk merespon kebiasaan , dan sebagainya , dapat memberikan bukti  realitas mental. Hal itulah yang membuat perbedaan mendasar  dengan hanya adanya langue – parole (Saussure ), tetapi perlu untuk menata ulang  konsep tentang langue  yang hanya sebagai persediaan sistematik bukan sebagai konsepsi kompetensi yang mendasari. Namun demikian  ditemukan banyak korelasi penting  secara alamiah  antara struktur sintaksis dan makna, dengan kata secara berbeda  yang digunakan sebagai perangkat gramatikal  secara sistematis . Korelasi ini dapat menjadi bagian dari subjek
penting untuk teori yang lebih umum bahasa peduli dengan
sintaksis  dan semantik .
Oleh karena itu dapat diambil simpulan bahwa dalam Syntactic Stucture (2002) tata bahasa  adalah:
(a)    Bahwa struktur permukaan sintaksis adalah satu-satunya tingkat sintaksis yang relevan dengan ketentuan interpretasi fonetik; dan (b) bahwa struktur dalam sintaksis adalah satu-satunya tingkat sintaksis yang relevan dengan interpretasi semantik. Yang kedua ini berakibat adanya prinsip bahwa kaidah transformasional memelihara makna; artinya, kaidah itu sama sekali tidak mengubah makna struktur yang dipakai untuk beroperasinya. Hal ini memberi simpulan bahwa semua kalimat yang memili struktur dalam yang sama akan mempunyai makna yang sama. Hal itu mendasari juga adanya  Tata Bahasa Transformasi
(a)    Tata Bahasa Transformasi
     Dalam Aspect of the Theory of Syntax  yang diperhatikan adalah tata bahasa. Tata bahasa bergantung pada pengetahuan “penutur” bahasa (kompetensi)  yang akan dimanfaatkan dalam pelaksanaan berbahasa (performansi). Dalam pelaksanaan berbahasa, lingustik  generatif  transformatif memberikan adanya konsep struktur dalam (deep structure) dan adanya struktur luar (surface structure)


 Beberapa paparan di atas menunjukkan bahwa Noam Chomsky adalah Ahli linguistik yang cukup produktif dalam membuat buku  mulai dari teori transformasi melalui bukunya Syntactic Structures (1957) yang kemudian disebut classical theory. Dalam perkembangan selanjutnya, teori transformasi dengan pokok pikiran kemampuan dan kinerja yang dicetuskannya melalui Aspects of the Theory of Syntax (1965) disebut standard theory. Karena pendekatan teori ini secara sintaktis tanpa menyinggung makna (semantik), teori ini disebut juga sintaksis generatif (generative syntax). Pada tahun 1968 sarjana ini mencetuskan teori extended standard theory. Selanjutnya pada tahun 1970, Chomsky menulis buku generative semantics; tahun 1980 government and binding theory; dan tahun 1993 Minimalist program.

I.         Lingusitik Tagmemik
                 Tata bahasa Tagmemik dilontarkan oleh Kenneth L.Pike (USA). Aliran ini dapat dikatakan sebagai lanjutan struktural dan antropologis. Pengaruh Bloomfield dan Sapir masih dapat dirasakan, dari pola-pola tata bahasa yang diajukannya. Tagmem adalah satuan terkecil kosong (zero), yang diisi oleh fungsi, kategori, dan peran Konsep analisis tagmem mencoba memisahkan unsur etik (fonetik) dan emik (fonemik)
       Aliran tagmemik pada dasarnya mengikuti teori kesemestaan yang beranggapan bahwa semua bahasa  yang ada di dunia ini di samping memiliki ciri khasnya masing-masing juga memiliki ciri atau karakter yang sama untuk semua bahasa. Aliran tagmemik bersifat eklektik karena memang secara substansial aliran ini merupakan pepaduan dari berbagai teori. Karakteristik analisis fungsi dan jabatan kalimat pada teori tradisional dipilih dan ditempakna pada posisi slot. Karakteristik - analisis unsur langsung  atas kategori  gramatikal pada aliran structural dan analisis surface structure pada aliran transformasi dipilih dan ditempatkan  pad dimensi filler atau filler class. Karaktersitik analisis peran pada case grammar dipilih dan ditempatkan pada dimensi role. Karakteristik analisis hubungan antarunsur pada aliran relasionalisme dipilh dan ditempatkan pada dimensi kohesi. Tagmen adalah unsure dari suatu kontruksi gramatik yang memiliki empat dimensi, yakni dimensi slot, dimensi klas, dimensi peran, dan dimensi kohesi.
a.       Slot adalah salah satu dimensi tamem yang merupakan tempat kosong di dalam struktur yang harus diisi oleh fungsi tagmem. Dalam struktur tradisional berupa subjek, predikat, objek.
b.      Klas atau filler klas adalah dimensi  yang merupakan wujud nyata slot  berupa satuan lingual seperti morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, alenia, monolog, dialog, dan wacana. Adakalanya klas dipecah menjadi satuan yang lebih kecil atau lebih spesifik (subklas) misalnya, kata benda, kata kerja, kata sifat, frase benda, frase kerja, frase sifat, klausa transitif, intransitive,
c.       Peran atau role adalah dimensi tagmem yang merupakan pembawa fungsi tagmem (lurah itu fungsi, pemimpin desa adalah peran) dalam sebuah klausa, subjek dan presikat adalah slot, pelaku adalah peran dan frase adalah klas
d.      Kohesi adalah tagmem yang merupakan pengontrol hubungan antartagmem. Pengontrol itu bertanda yang akan menandai ada atau tidaknya hubungan antartagmem. Beberapa kelemahan tagmemik adalah merangkum teori dan prinsip pratagmemik dihargai sesuai proporsinya, ada konsep kesemestaan, konsep gramatikal lengkap, mulai dari morfem samapi dengan wacana. Setiap level dikaitkan dengan level di atasnya dan menggunakan pendekatan komunikatif dan kontekstual.
1.1  Tata Bahasa Kasus
Tata bahasa tagmem yang dicetuskan oleh Pike ini dikembangkan oleh Salah seorang murid Pike, Charles Fillmore, yang menulis buku The Case for Case (1968) mengembangkan aliran baru linguistik yang disebut aliran tata bahasa kasus (Case Grammar). Aliran ini memiliki ciri-ciri:
a.       modifkasi tata bahasa Generatif transformatif
b.      kajian pada hubungan internal antarunsur gramatikal dalam konstruksi kalimat (hubungan antara argumen (S)
dengan predikator (P)
c.       terpengaruh kaidah kasus dalam bahasa Sanskerta (inflektif)
d.      kasus= pembeda makna kata, terlihat dalam perubahan bentuk) Contoh: Adik makan bubur -> analisis kasus
antarunsur:……………………….
   Adik (S) dan makan (P) berkasus agentif 'pelaku' Bubur (O) dengan makan (P) berkasus datif 'objek penderita' Berikut daftar kasus yang dikenal dalam berbagai bahasa berfleksi (lihat juga Samsuri, 1988:348):
a)         agentif (pelaku) ~ Leni menulis surat
a.       lokatif (tempat) ~ Bapak memasukkan uang ke dompet
b)         benefaktif (sasaran) ~ Buku ini untuk adik
c)         genetif (milik) ~ rumah seseorang
d)        instrumental (sarana) ~ Ibu membuka lemari dengan kunci duplikat
e)         objek (penderita) ~ Dokter memeriksa kesehatan nenek
f)          temporal (waktu) ~ Film akan diputar jam 21 WIB
g)         datif (dikenai tindakan verba) ~ Dia memukul sepeda itu.
h)         komitatif (peranserta pada tindakan verba)

4.2  Tata Bahasa Relasional  (1970-an)
Sama halnya dengan tata bahasa transformasi, tata bahasa relasional juga berusaha mencari kaidah kesemestaan bahasa.
Berbagai aliran tersebut terus mengalami perkembangan dan perubahan, seiring dengan pengaruhnya di dunia linguistik. Pemikiran dan penemuan baru belakangan terus bermunculan dan mewarnai penelitian linguistik. Dalam berbagai kajian dan kepentingan, muncullah aliran "ekliktik" (eclictic), suatu aliran yang memverifikasi berbagai aliran dengan tujuan mengambil yang baik, membuang yang buruk. Oleh karena itu aliran Tagmemik  pada awalnya muncul setelah aliran struktural yang mencoba menggabungkan Bloomfield dan Ferdinand de Saussure. Namun Tagmem  yang bersifat eklektik kembali dikembangkan oleh Fillmore setelah aliran transformasi oleh Naom Chomsky. Dengan demikian Tagmemik dapat dikatakan aliran linguistik yang masih  berkembang setelah aliran transformasional.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul.2007Linguistik Umum. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta.
___________. 2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: PT Rineka Cipta
Chomsky, Naom. 2002. Syntactic Structures.  New York : Mouton de Gruyter.

Chomsky, Naom . 1965. Aspects Of The Theory Of Syntax . Cambridge, Massachusetts Institute of Technology :  The M.Lt. Press

Pike, L Kenneth. Linguistic Consepts. Diterjemahkan oleh Kentjanawati Gunawan 1992. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama
Soeparno. 2008. Aliran Tagmemik. Yogyakarta:Tiara Wacana



2 komentar:

  1. mengapa aliran Prahanya tidak disebutkan??? Aliran Sistemik juga, dan yang lainnya???

    BalasHapus