Sabtu, 14 Desember 2013

Aliran Transformasi 2


TUGAS 3
ALIRAN TRANSFORMASI 2
(Draf 1)
 
KELOMPOK KENARI
Rusli Ilham Fadli                (137835014) (Pengunggah)
Achmad Endra Gunawan   (137835066)
Emalia Nova Sustyorini      (137835073)

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Aliran transformasi generatif sebenarnya bermula dan berakar pada penelitian yang dilakukan oleh Zellig Harris di Universitas Pennsylvania sekitar tahun 1950. Kemudian pada tahun 1957 mahasiswa Prof. Zellig Harris, yaitu Noam Chomsky lewat bukunya Syntatic Structure yang membuat revolusi besar pada studi bahasa, sesudah terbitnya karya Bloomfield Language pada tahun 1933. Teori ini dikembangkan pada bukunya yang ke dua berjudul Aspect of The Theory of Syntax pada tahun 1965. Dalam buku ini, Chomsky telah menyempurnakan teorinya mengenai sintaksis dengan mengadakan beberapa perubahan prinsipil yang dikenal dengan istilah "Standard Theory". Kemudian dikembangkan lagi pada tahun 1972 dan diberi nama "Extended Standard Theory". Pada tahun 1975 direvisi kembali dan diberi nama "Revised Extended Standar dan revisi terakhir dengan nama “government and binding theory”.
Aliran ini muncul sebagai penolakan terhadap aliran struktural yang beranggapan bahwa bahasa itu sifatnya learned dapat dipelajari dari lingkungan sekitar dan kelayakan kajian kebahasaan ditentukan oleh deskripsi data kebahasaan secara induktif karena mengambil paham positivisme yang mesyaratkan para peneliti bahasa untuk melekatkan dirinya pada segumpal data bila ia mengadakan penelitian, sehingga penelitiannya kebanyakan bersifat kuantitatif. Tidak demikian bagi Chomsky, bahasa menurut Chomsky bersifat innate, artinya bahasa merupakan keturunan dan sudah ada dalam jiwa manusia dan kajian linguistik berkaitan dengan aktivitas mental yang probabilitas, dan bukan berhadapan dengan data kajian yang tertutup dan selesai sehingga dapat dianalisis dan dideskripsikan secara pasti. Oleh sebab itu, Chomsky beranggapan bahwa teori linguistik harus dikembangkan dengan bertolak dari kerja secara deduktif yang dibangun oleh konstruk hipotetik tertentu. Artinya, tugas para peneliti bukan hanya mengambil kalimat terpisah, menamai bagian-bagiannya serta melihat bagaimana bagian-bagian tersebut bekerja bersama-sama tetapi tugas utamanya adalah membangun suatu teori bahasa.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut.
1.    Apa ciri-ciri aliran Transformasi?
2.    Tokoh-tokoh aliran Transformasi?
3.    Bagaimanakah kelebihan dan kekurangan aliran Transformasi?
4.    Bagaimana analisis kalimat dalam aliran Transformasi?


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ciri-ciri Aliran Transformasi
Ciri-ciri aliran transformasi menutur Alwasilah, (2009: 174-175) sebagai berikut.
1)   Menyimpulkan bahasa sebagai penggunaan simbol yang tak terhingga dengan alat yang terbatas.
2)   Menegaskan harus adanya aturan gramatika tertentu yang menyeluruh dan bisa menghasilkan kalimat-kalimat gramatik yang mungkin ada.
3)   Membedakan kalimat dasar (sederhana, aktif, pernyataan) dengan kalimat transformasi (majemuk, pasif, pernyataan).
4)   Menegaskan bahwa setiap orang lahir dengan dianugerahi kemampuan berbahasa (innate ability)
5)   Struktur dalam (deep structure) adalah struktur dasar, tetai takteramati yang ada dalam pikiran si pembicara/penanggap tutur dan dengan competencenya mereka mentransformasikan struktur dasar tadi ke dalam struktur luar (surface structure), yaitu ujaran dan tulisan. Kalimat atau ujarannya ini merupakan performancenya.
6)   Menganggap kegiatan bahasa sebagai tingkah laku yan dikendalikan aturan-aturan, bebas dari stimulus. Aturan-aturan ini begitu ampuh hingga membuat penutur asli mampu menyusun dan mengerti kalimat-kalimat baru yang belum pernah dibuat dan didengarnya.
7)   Menyatakan pentingnya pelibatsertaan makna dalam menyusun analisis gramatika bahasa.

2.2 Tokoh-Tokoh Aliran Transformasi
Aliran ini ditokohi oleh Noam Chomsky, yang kemudian terkenal dengan sebutan tata bahasa transformasi (Transformational Generative Grammar). Teori ini rupanya mengalami perkembangan berkat hasil penelitian Noal Chomsky dan pengikut-pengikutnya seperti: Postal, Fodor, Hale, Palmatier, Lyons, Katz, Allen, Van Buren, R. D. King, R.A. Jacobs, J. Green. Oleh karena itu, lahirlah sebutan versi 1951, versi Aspects, teori standar (standard theory), teori standar yang diperluas (exended standard theory), bahkan beberapa tahun terakhir ini Lakoff, Mc Cawley memperkenalkan apa yang mereka sebut generative semantics. Chomsky mengemukakan pendekatan baruyang dikemukakannya dalam buku yang berjudul Syntactic Structure pada tahun 1957, yang kemudian dikembangkan karena adanya kritik dan saran dari berbagai pihak, di dalam buku Chomsky yang kedua yang berjudul Aspect of the Theory of Syntax pada tahun 1965. Nama yang dikembangkan untuk model tata bahasa yang dikembangkan oleh Chomsky ini adalah Transformational Generative Grammar; tetapi dalam bahasa Indonesia lazim disebut tata bahasa transformasi atau tata bahasa generatif (Pateda, 2011:118-119).
           
2.3 Kelebihan dan Kekurangan Aliran Transformasi
Kelebihan Aliran Transformasi
1)   Proses berbahasa merupakan proses kejiwaan bukan fisik.
2)   Secara tegas memisah pengetahuan kebahasaan dengan keterampilan berbahasa (linguistic competent dan linguistic performance)
3)   Dapat membentuk konstruksi-konstruksi lain secara kreatif berdasarkan kaidah yang ada.
4)   Dengan pembedaan kalimat inti dan transformasi telah dapat dipilah antara substansi dan perwujudan.
5)   Dapat menghasilkan kalimat yang tak terhingga banyaknya karena gramatiknya bersifat generatif.

Kekurangan Aliran Transformasi
1)   Tidak mengakui eksistensi klausa sehingga tidak dapat memilah konsep klausa dan kalimat
2)   Bahasa merupakan innate walaupun manusia memiliki innate untuk berbahasa tetapi tanpa dibiasakan atau dilatih mustahil akan bisa.
3)   Setiap kebahasaan selalu dikembalikan kepada deep structure.

2.4 Analisis Kalimat dalam Aliran Transformasi
1) Komponen Sintaksis
Komponen sintaksis dalam aliran transformasi merupakan komponen sentral dalam pembentukan kalimat, disamping komponen semantik dan komponen fonologi. Sintaksis adalah organisasi kata-kata (leksikon) yang membentuk frase atau kalimat dalam suatu bahasa. Sehingga, tugas utama komponen sintaksis adalah menentukan hubungan antara pola-pola bunyi bahasa itu dengan makna-maknanya dengan cara mengatur urutan kata-kata yang membentuk frase atau kalimat itu agar sesuai dengan makna yang diinginkan oleh penuturnya. Berikut contohnya :
“Kuda itu menendang petani.
Setiap penutur bahasa Indonesia dengan kompetensinya mengenai bahasa Indonesia akan bisa menentukan hal-hal sebagai berikut:
1.    Kalimat tersebut adalah kalimat berterima, baik, dan lengkap.
2.    Kalimat tersebut terdiri atas beberapa kata
3.    Dalam kalimat tersebut, kata kuda adalah sebuah nomina, kata menendang adalah sebuah verba, kata petani adalah nomina, dan kata itu adalah atribut yang berfungsi untuk menunjuk sesuatu yang dimaksud.
4.    Jika dipenggal kata tersebut, maka pemenggalannya sebagai berikut:
a.    Kuda itu/ menendang petani   (tidak mungkin)  ………. 1
b.    Kuda/ itu menendang petani itu      (atau)            ………. 2
c.    Kuda itu menendang/ petani itu                             ………. 3
Jadi dapat disimpulkan, pertama setiap penutur bahasa Indonesia akan merasakan bahwa kata yang pertama lebih natural bergabung dengan kata itu adalah kata kuda daripada dengan kata menendang. Kemampuan inilah yang disebut sebagai competence (kompetensi) yaitu hal yang secara tidak sadar kita lakukan terhadap tata bahasa Indonesia. Kedua, dengan terjadinya kemungkinan pada kalimat (1) dapat ditarik kesimpulan bahwa meskipun suatu kalimat berterima secara gramatikal belum tentu berterima secara semantik. Oleh karena itu, disinilah peranan semantik itu diperlukan.

2) Komponen Semantik
Teori linguistik transformasi generatif mengakui bahwa suatu kalimat sangat tergantung pada beberapa faktor yang saling berkaitan dengan yang lain. Faktor itu antara lain (a) makna leksikal kata yang membentuk kalimat, (b) urutan kata dalam organisasi kalimat, (c) intonasi, cara kalimat diucapkan atau dituliskan, (d) konteks situasi kalimat itu diucapkan atau dituliskan, (e) kalimat sebelum dan sesudah  kalimat yang menyertai kalimat itu, (f) faktor-faktor lain. Misalnya kata lagi makan dan makan lagi menjadi berbeda maknanya karena unsur-unsur katanya berbeda atau contoh kata manis secara leksikal mengacu pada rasa seperti rasa gula; tetapi dapat juga bermakna baik, menarik, cantik. Contohnya:
1.    Gadis itu sangat manis….  (bermakna ganda yaitu cantik&baik hati)
2.    Gadis itu sangat manis rupanya……… (bermakna cantik)
3.    Gadis itu sangat manis budinya……… (bermakna baik hati)
Oleh karena itu, teori transformasi generatif menyatakan setiap kata memiliki filtur semantik (semantic feature) dan penanda semantik (semantic maker) yang membentuk keseluruhan makna kata itu. Umpanya kata bapak memiliki filtur {+benda}, {+konkret}, {+manusia}, {+dewasa}, {+laki-laki}, {+menikah} {-beranak} dan kata ibu {+benda}, {+konkret}, {+manusia}, {+dewasa}, {-laki-laki}, {+menikah} {+beranak}. Perhatikan contoh kalimat berikut:
4.    Ibu sedang hamil.
5.    Bapak sedang hamil.
Jadi, jelas perbedaan filtur kata bapak {+laki-laki} dan ibu {-laki-laki}, sehingga kalimat ke (4) berterima dan kalimat ke (5) tidak berterima. Pengenalan filtur-filtur semantik ini sebenarnya juga telah ternuranikan oleh setiap penutur suatu bahasa dan merupakan bagian dari kompetensi bahasanya. Oleh karena itu, penutur bahasa itu dapat mengenal mana kalimat yang berterima dan mana kalimat yang tidak berterima.

3) Komponen Fonologi
Komponen fonologi menjadi komponen ketiga dalam tata bahasa transformasi generatif yang memiliki rumus-rumus fonologi yang bertugas mengubah struktur luar sintaksis menjadi reprentasi fonetik yaitu bunyi-bunyi bahasa yang kita dengar yang diucapkan oleh seorang penutur.
Bunyi-bunyi yang membentuk suatu kata disebut unit bunyi, segmen fonetik, atau dalam studi fonologi disebut fon.  Semua hal ini dalam fonologi dideskripsikan berdasarkan tempat dan cara artikulasinya. Misalnya kata [baraŋ] dan [paraŋ] yang mirip, dan masing-masing dibangun oleh lima buah fon, letak bedanya hanya pada fon yang pertama, yaitu [b] dan [p]. Kedua fon ini termasuk bunyi hambat bilabial. Bedanya bunyi [b] adalah bersuara dan bunyi [p] adalah bunyi yang tidak bersuara.
Komponen fonologi memiliki dua peringkat, yaitu peringkat-dalam dan peringkat luar. Peringkat dalam berupa abstraksi dari representasi fonetik yang berada diperingkat luar. Kedua peringkat ini dihubungkan oleh rumus-rumus fonologi. Contohnya kata gerobak dalam bahasa Indonesia yang bentuk pada peringkat dalamnya / gerobak/, tetapi dalam bentuk peringkat luarnya seperti yang diucapkan oleh orang Jakarta adalah [gƏrobag].
Jadi, rumus fonologinya adalah:
[k]                               [g]/v  - #
Rumus itu dibaca sebagai [k] harus diganti menjadi [g] dalam pengucapannya, jika muncul pada akhir kata (-#) dan didahului oleh bunyi vokal (v). Anak panah berarti berubah menjadi. Rumus fonologi kata <gerobak> di atas bisa juga menjadi :
[k]                               [k]/v  - #    atau
[k]                               [?]/v  - #



DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, A. Chaedar. 2009. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa.
Basuki, Imam Agus. 2005. Linguistika Teori dan Terapan. Yogyakarta: CV. Grafika Indah.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Samsuri. 1988.  Berbagai Aliran Linguistik Abab XX. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi P2LPTK.
Pateda, Mansoer. 2011. Linguistik Sebuah Pengantar. Bandung: Angkasa.
Tarigan, Hendri Guntur. 1988. Pengajaran Tata Bahasa Tagmemik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi P2LPTK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar